Usahakanlah dalam derap langkah kita tetap menaruh perhatian pada anak-anak.
Di saat susah pun tetap konsisten melakukan aktivitas ini. Bagi kita, mungkin
hal itu terlalu manja. Membuang waktu saja. Namun, di sisi lain, bersamaan
kemanjaan itu. Berlanjut pula kikisan hati pada anak kita.
Saya memang belum punya anak, karena belum menikah. Setidaknya, bacaan
pendidikan anak harus saya telaah demi masa depan. Mendidik anak bukanlah saat
mempunyai anak. Ada pondasi kuat harusnya sebelum melangsungkan akad. Artinya
semakin dini mempelajari, semakin kuat pula dasar teori yang kita miliki. Jangan
ada waktu dimana kita tidak memiliki ilmu parenting (pendidikan anak).
Sebagaimana nuansa keislaman kita, jangan pula kabur akibat malas menjamah
buku.
Orang tua, berindikasi tua ilmu. Ilmunya lebih banyak ketimbang anaknya.
Lebih bijak dalam mendidik, paham karakter anak, menanamkan aqidah keislaman,
dan masih banyak lagi edukasi penting yang harusnya ditanamkan oleh orang tua.
Tetapi, yang nampak selalu saja anak tumpuan amarah.
Anak adalah produk kesalahan. Setiap masalah di kantor, ditumpahkan padanya.
Sehabis mengajar, si anak dipukul akibat tidak mendapat nilai 100.
Sungguh, pemandangan pilu.
Wahai orang tua, sangat berbeda antara menyayangi anak dan mencederai anak.
Rumah bukan arena tinju. Meninju anak dengan cercaan, bahkan tragisnya ada orang
tua memberikan bekas luka di fisik anak tercintanya.
Naudzubillah.
Duhai, kasihan anak-anak kita, yang air matanya kerap
meleleh. Baik yang nampak maupun tidak.
Untuk itulah, sebagai kakak, saya mencoba 'lari' pola didik seperti di atas.
Barangkali masih ada pendidikan lebih plong untuk anak kita. Itulah "Pendidikan
Cinta karena Alloh" pada anak. Sungguh, inilah peran paling indah dilakoni.
Semua aksi kita anak terasa sejuk saat mencintai anak alasan karena Alloh.
Perhatikan, jika kita ingin memukul anak, tiba-tiba teringat di kepala "Apakah
ini dicintai Alloh?", tiba-tiba tangan kita diturunkah. Kembali mengevaluasi
tindakan.
Sehingga, saat itu, mengunjungi keponakan di sekolanya merupakan kisah
tersendiri. Padahal sebelum itu, saya mendapat masalah. Tetapi, sebagai ajang
'penutup' amarah, saya mencoba melihat keponakan di sudut kelasnya. Saya senyum,
dan dia pun senyum. Sangat indah.
Saat itulah, masalah langsung 'menyingkir'. Hilang.
Sungguh indah, pemandangan hati ini. Yang selama ini anak kita sepi kunjungan
orang tercinta, saya mencoba menabur cinta via senyuman. Agar kesepian di
hatinya bisa terobati.
Mencintai anak, memberi senyuman adalah saat terindah bagi saya. Semoga Alloh
menjadikan kisah ini sebagai amal ibadah. Amin.
Mari kita semarakkan semangat mencintai anak karena Alloh. Bismillah.
7 Maret 2012
Monday, January 14, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك