Bismillahirrohmanirrohim
Tanpa ujian, tak ada nilai ketakwaan bisa diperoleh. Harus kita akui, dalam perjalanan perahu 'rumah tangga' kita, selalu saja ada 'serangga' datang menghampiri. Kalau tidak segera dibasmi, rasanya ada kekhawatiran serius. Siapa tau ini menjadi biang perceraian nantinya. Naudzubillah.
Ada sebuah persoalan yang kerap menjadi sumber keretakan. Itulah: pengalaman.
Nampaknya sepele, tapi jika kita mengupas pengalaman berbasis wanita lain. Maka istri pun harus 'memalingkan' pandangannya dari kita. Tentunya, kita tak berharap demikian. Karena telam membatinkan niat, "Saya telah tobat dari masa lalu, saya tak akan ungkit-ungkit lagi." Tapi, apakah dengan penyesalan seperti itu, yang kita rahasiakan terhadap istri akan mampu bertahan lama? Betul, mungkin penyesalan akan lama. Tapi, runut kisah lalu tetap bisa dikupas. Ya, meskipun bukan kita membedahnya.
Sebenarnya, sekuat apa pun tenaga kita, stamina kita untuk menamatkan kisah 'penyesalan' lalu, kadang ada jembatan baru kembali menghubungkan. Itulah orang lain. Yang kemudian mengetahui napak tilas kita.
Yang kita kini lupakan, akhirnya kembali diungkit pihak lain. Maka, istri pun mendengarkannya. Akhirnya, pasca kisah buram kita dikuping, maka mulailah 'perahu' kita goyang. Semakin jelas masa itu, ombak dalam hati istri pun ikut deras menghantam. Tiba-tiba samar nuansa sakinah itu, mendadak lenyap digantikan oleh sosok 'dosa' lalu. Naudzubillah.
Kitapun merasa 'menyesal' terhadap istri. Yang telah meminangnya karena Alloh, kini menggeser ke arah 'cemburu'. Siapa yang tidak cemburu? Jika telah mendayung bersama tiba-tiba ada perahu lama dipaksa diintip dari arah belakang? Ah, kita harus mendekap segera ke istri. Meminta maaf, berkomunikasi, semoga ada jalan kebaikan agar kita 'bocor' perahu kita.
Cemburu..
Kata ini senantiasa masuk dalam dekapan hubungan kita dengan istri. Meskipun telah saling mencintai. Bagaimanapun kita konsisten, kita kadang diuji dengan soal cemburu ini.
Istri kita pasti khawatir jika ada cinta yang terbagi. Ada perhatian terkurangi. Apalagi kondisi dibanding-bandingkan. Dalam hal ini, kita para suami harus mendeteksi getaran kecemburuan itu. Bahkan kepada pihak yang bisa memberikan jembatan perusak agar tidak merusak perahu. Sekali lagi, komunikasi!
Asalnya, cemburu ialah ekspresi cinta dari pasangan kita, gambaran kekhawatiran jika dibandingkan dengan pihak lain. Ini wajar!
Mereka tidak mau ada orang lain yang mencintai suaminya, melebihi cinta mereka!
Karena itulah, sekarang bagaimana kita menjadikan cemburu istri bukan sebagai bara yang melantakan bangunan keluarga kita. Kita tunjukkan bahwa cinta kita lebih mengesankan. Meyakinkan bahwa kita tulus karena Alloh. Menuangkan semakin banyak perhatian dan tidak menempatkannya selaku pihak terpinggirkan. Menciptakan rasa sakinah di batin istri kita.
Tidak gampang menghadapi kecemburuan. Oleh karena itu, sebelum datang dengan kadar yang tinggi, redamkan dengan bahasa cinta, ekspresi tubuh dan tentunya berdo'a kepada Alloh. Agar disatukan di rumah tangga sakinah, mawaddah, warahmah. []
18 June 2012
Tanpa ujian, tak ada nilai ketakwaan bisa diperoleh. Harus kita akui, dalam perjalanan perahu 'rumah tangga' kita, selalu saja ada 'serangga' datang menghampiri. Kalau tidak segera dibasmi, rasanya ada kekhawatiran serius. Siapa tau ini menjadi biang perceraian nantinya. Naudzubillah.
Ada sebuah persoalan yang kerap menjadi sumber keretakan. Itulah: pengalaman.
Nampaknya sepele, tapi jika kita mengupas pengalaman berbasis wanita lain. Maka istri pun harus 'memalingkan' pandangannya dari kita. Tentunya, kita tak berharap demikian. Karena telam membatinkan niat, "Saya telah tobat dari masa lalu, saya tak akan ungkit-ungkit lagi." Tapi, apakah dengan penyesalan seperti itu, yang kita rahasiakan terhadap istri akan mampu bertahan lama? Betul, mungkin penyesalan akan lama. Tapi, runut kisah lalu tetap bisa dikupas. Ya, meskipun bukan kita membedahnya.
Sebenarnya, sekuat apa pun tenaga kita, stamina kita untuk menamatkan kisah 'penyesalan' lalu, kadang ada jembatan baru kembali menghubungkan. Itulah orang lain. Yang kemudian mengetahui napak tilas kita.
Yang kita kini lupakan, akhirnya kembali diungkit pihak lain. Maka, istri pun mendengarkannya. Akhirnya, pasca kisah buram kita dikuping, maka mulailah 'perahu' kita goyang. Semakin jelas masa itu, ombak dalam hati istri pun ikut deras menghantam. Tiba-tiba samar nuansa sakinah itu, mendadak lenyap digantikan oleh sosok 'dosa' lalu. Naudzubillah.
Kitapun merasa 'menyesal' terhadap istri. Yang telah meminangnya karena Alloh, kini menggeser ke arah 'cemburu'. Siapa yang tidak cemburu? Jika telah mendayung bersama tiba-tiba ada perahu lama dipaksa diintip dari arah belakang? Ah, kita harus mendekap segera ke istri. Meminta maaf, berkomunikasi, semoga ada jalan kebaikan agar kita 'bocor' perahu kita.
Cemburu..
Kata ini senantiasa masuk dalam dekapan hubungan kita dengan istri. Meskipun telah saling mencintai. Bagaimanapun kita konsisten, kita kadang diuji dengan soal cemburu ini.
Istri kita pasti khawatir jika ada cinta yang terbagi. Ada perhatian terkurangi. Apalagi kondisi dibanding-bandingkan. Dalam hal ini, kita para suami harus mendeteksi getaran kecemburuan itu. Bahkan kepada pihak yang bisa memberikan jembatan perusak agar tidak merusak perahu. Sekali lagi, komunikasi!
Asalnya, cemburu ialah ekspresi cinta dari pasangan kita, gambaran kekhawatiran jika dibandingkan dengan pihak lain. Ini wajar!
Mereka tidak mau ada orang lain yang mencintai suaminya, melebihi cinta mereka!
Karena itulah, sekarang bagaimana kita menjadikan cemburu istri bukan sebagai bara yang melantakan bangunan keluarga kita. Kita tunjukkan bahwa cinta kita lebih mengesankan. Meyakinkan bahwa kita tulus karena Alloh. Menuangkan semakin banyak perhatian dan tidak menempatkannya selaku pihak terpinggirkan. Menciptakan rasa sakinah di batin istri kita.
Tidak gampang menghadapi kecemburuan. Oleh karena itu, sebelum datang dengan kadar yang tinggi, redamkan dengan bahasa cinta, ekspresi tubuh dan tentunya berdo'a kepada Alloh. Agar disatukan di rumah tangga sakinah, mawaddah, warahmah. []
18 June 2012
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك