Monday, January 14, 2013

Saatnya Anak Menuliskan Pengalamannya di Secarik Kertas

Saya lupa memposting tulisan satu ini. Seharusnya tampil pada hari Rabu, namun ditengah kesibukan akhirnya waktunya melorot hari ini. Sebenarnya bukan waktu yang mendapat "Kritik", tetapi saya sendiri "menunda" aksi. Akhirnya, "menyesalpun" tiba.

Ya, hendak saya bagi siang ini mengenai bagaimana sih pengalaman anak-anak kita yang tertuang di buku tugas.
Lagi-lagi buku tugas. Sebelumnya sempat memposting tulisan yang baru saja HL. Merupakan kisah "pribadi" menyentuh hati.

Hari Rabu malam, waktu mengajar santri di TPA Masjid Darul Falah. Menarik sekali mengajar santri, ketimbang mengajar anak SMA. Jika meninjau dari segi keceriaan, pastilah bersama anak kecil itu lebih menularkan kesenangan. Lain hal di SMA, banyak berpikir keras bagaimana "menjinakkan" anak yang sudah terkontaminasi lingkungan.
Maka, implementasi di TPA hanyalah menyalurkan mandat menulis. Kali ini menulis "pengalaman mereka" sejak awal mengaji. Dulunya menulis ayat-ayat al-Qur'an. Agar tidak "statis", sedikit mau mendengarkan "kisah ceria/kecewa" ketika berada di tempat ini.

Tematiknya,
"Menulis pengalaman saat mengaji, apakah pertama kali mengaji, shalat di masjid, etc," pinta saya.

Sehingga timbul beragam protes,
"Kak, saya tidak bawa pulpen,"
"Saya tidak bawa buku, Kak,"

Namun, kalau tidak tegas berbahaya! Kelamaan mereka yang "enjoy" atas perintah. Harus ada trik khusus, maka saya ucapkan,
"Yang tidak punya pulpen, diturunkan bacaannya. Yang tidak punya buku, tulis di kertas selembar."


Semua santri keburu mencari solusi, kalau tidak demikian mereka menjadi "bos". Lebih tegas saya rasa jalan utama. Inilah perkataan praktisi pendidikan,

"Harus ada konsekuensi tegas. Ada efek yang dia dapatkan. Kalau tidak, mereka akan menganggap remeh ucapan itu. Dan tidak mematuhi lagi pintah yang lain."
Karena itulah, harus tampakkan "taring". Bukan berarti saya "singa" yang kerap marah menampakkan taring. Sebab saya ini manusia biasa, berusaha tegas tatkalah dibutuhkan.

Pasca mandat itu, terlihat apresiasi mereka dari beragam sudut,

Mari kita simak,

Inilah apresiasi mereka pertama kali mengaji:
"Saya ketika mengaji saya malu-malu."
".Aku masuk mengaji aku ragu-ragu dan aku masuk masjid aku gugup."



Ini sikap harapan mereka setelah beberapa pekan:
".Aku barusan iqro 6. Aku harus berusaha untuk mengaji di TPA Darul Falah yang bagus bisa solat di masjid.."



Yang ini ekspresi setelah beberapa bulan mengaji:
". aku suka mengaji karena mengaji menyenangkan. I love TPA Darul Falah. Aku juga suka shalat.."
"Hatiku senang sekali karena aku naik iqro 6, hatiku sangat senang, ibuku bangga sekali. Dan ayahku juga bangga senang rasanya naik iqro 6 pertama kali.."



Apa kata mereka terhadap teman-temannya sendiri?
"..teman di sini baik sekali dan saya biajak bermain sama teman."
".Saya senang sekali karena teman-temanku juga mengaji di sini."



Ini dia do'a mereka tertuang di dalam buku:
".Aku terus berdo'a kepada Alloh supaya aku disayangi sama Alloh.."


Subhanalloh.


Sangat mengesankan. Membuat saya semakian menjadi terbaik. Walaupun sekedar "kakak" sapaan saja.
Di lain pihak, ada seorang santri yang terlihat bibit penulis pada dirinya, dan ia sendiri memiliki tulisan terpanjang dan mengandung hikmah. Padahal selang waktu hanya 30 menit saat itu. Simak tulisannya ini:

Waktu aku baru mengaji, kita belajar bersama teman-teman dan guru mengajari yang baik. Yang mengajar kami dan kamipun giat belajar mengaji dan sholat.


Semakin seru jika berdo'a bersama teman-teman yang baik dan berwudhu yang paling seru dan menulis bersama-sama orang baik dan yang paling menyenangkan saat membaca do'a dan kita harus sopan kepada orang tua dan guru atau saudara dan kita harus menyayangi hewan dan sesama umat manusia yang baik memberi amal kepada anak panti asuhan dan kita menyumbang untuk merenovasi masjid supaya cantik baru dan bervariasi dan kita bisa membuat acara seperti lebaran, menyembelih hewan qurban dan acara sunatan bersama secara gratis dan diberi sumbangan kepada fakir miskin dan pemerintah setempat untu makan dan kebutuhan mereka atau menyumbang untuk orang yang terkena bencana seperti kebakaran, tsunami, gempat, dan lain-lain.



Allohu akbar, itulah prinsip si anak kelas IV SD ini. Luar biasa deskripsi tulisan ia. Semoga Alloh merahmatimu, Nak.

 10 Februari 2012

0 comments:

Post a Comment

Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك