بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Tinggalkan dulu soal-soal dosen yang menyebalkan, suka memanfaatkan tenaga mahasiswa, memainkah peran otoritas akademik.Saat masih di awal-awal semester, teringatlah saya pada sebuah peristiwa anggun. Bukan karena dosen ini wanita. Sebab, pada dasarnya tidak layak seorang mendidik lawan jenis ketika telah mencapai usia baligh. Namun, kali ini saya bertemu dosen laki-laki yang membawa pengantar kuliah dengan 'muqaddimah' agama bak seorang penceraham yanng berada di atas mimbar. Beda ya dengan dosen yang lain? Yang kemudian menggiring mahasiswanya hanya mengingat materi yang lalu, ada tanya jawab, atau variasi lain dengan mengabsen. Sangat lumrah!
Nah, kali itu dosen saya berucap,
"Alhamdulilahirobbil 'aalamin, wassolatu wassalamu ala nabbiyina muhammad..., kembali kita bersyukur kepada Alloh yang telah memberi kesehatan ...," ini kalimat fundamaen beliau yang kerap dibudayakan di seluruh kelas ia handle.
Kita harus kangen dengan 'hadiah' itu. Hadiah 'kalimat' yang membuat kita mere-view hakikat penciptaan, bersyukur kepada Alloh, mengevaluasi takaran sholawat kepada Rosululloh, dan masih banyak lagi kebaikan tertanam dalam deretan kalimat 'muqaddimah' ini. Di saat para dosen, guru, tentor, bahkan orang tua yang tidak lagi menadabburi kalimat anggun ini. Memang hanya sekedar 'muqaddimah', yang sering diindentikan hanya tugas penceramah melontarkannya. Timbul pertanyaan, bukankah setiap kita, apakah dosen, guru, pengajar, orang tua dan seluruh yang mencintai dunia edukasi bertugas 'menabur' cinta kepada Alloh dan Rosul-Nya? Bukankah semua pihak terkait, menantikan kalimat yang akan muncul dari bibir yang dididik, selalu bernuanasa dzikir?
Namun, terkadang kita tak peduli!
Ah, tugas kita hanyalah menyampaikan. Dosen kami hanyalah meneruskan nilai-nilai edukasi aqidah, fiqih,karakter terbaik. Dimulai dari sebuah 'muqaiddimah'. Karena kita yakin, "mengajar adalah panggilan hati". Tak plong rasanya meninggalkan ruang kelas itu tanpa jejak di hati mereka.
Pendidik adalah penerus estafet terhebat. Yaitu estafet kenabiyyan: mendakwahkan tauhid, akhlak islamiy, fiqih islamiy, dan masih jamak lagi dari misi kenabbiyyan tertuang di al-Qur'an dan buku-buku ulama salaf. Karena kitalah yang hidup hari ini, sekarang giliran kita membawa tongkat estafet itu. Mari kita mulai. Ya, memulai minimal dari sebuah 'muqaddimah.' Bismillah.
3 April 2012
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك