Sunday, January 13, 2013

Masih Adakah Waktu Menjadi Kakak Bagi Adik Tercinta

Melaksanakan amanah merupakan mandat ilahi. Sudah tidak ada kebahagiaan sesejuk ini. Yang bisa membuat hati kita terpanggil menjalankan tugas dan hal-hal yang perlu diterapkan.
Sapaan "Kak". Itulah panggilan yang kerap saya dengar dari beragam penjuru. Entah dari siswa SMA, maupun santri di TPA (Taman Pendidikan Al-Quran).
"Assalamu 'alaykum, kak!" sapa santri di lorong kiri saat berkendara menuju masjid.
"Kak, bagaimana caranya ini..," harap siswa dibantu menyelesaikan persoalan fisikanya.
Dan semuanya itu berangkat dari sapaan "Kak". Kata ini baru saya sadar penuh makna. Ada panggilan hati untuk menjadi seolah-olak kakak kandung mereka. Saya tahu bukan sapaan hubungan darah ia inginkan. Bukan interaksi famili ia harapkan. Tetapi, sayalah mesti sadar, menjadikan diri ini seakan-akan kakak kandung mereka.
Saya merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara. Adalah hal baru "bermetamorfosis" menjadi kakak mereka. Saya tidak punya pengalaman menjadi kakak. Yang ada "album" menjadi adik. Dan bisakah saya menjalankan profesi kakak itu? Yang kemudian berujung disapa "Kak"?
Mudah-mudahan bisa, saya yakin betul, tidak ada yang rumit di dunia ini, kecuali bagi orang-orang yang tidak mau berusaha dan bertawakkal kepada Alloh. Akan terasa sangat "istimewa" saat memiliki adik-adik yang "ridho" menawar saya sebagai kakak. Saya sangat terpanggil, suatu ketika bisa dijadikan lahan bersharing,
"Kak, aku ingin curhat..," pinta siswa mengeluhkan persoalaan kehidupannya.
Maka yang tercipta adalah pemikiran untuk "menyelesaikan" ragam lika-liku mereka. Terasa perih, tatkala tidak ada solusi saat mereka meminta bantuan.

Apalagi menjawab,
"Kakak lagi sibuk!"
Hilang rasaya profesi "pelayanan kemanusiaan" ini. Untuk apa menjadi kakak jika tak lagi menjadi panutan? Tak lagi memberikan solusi? Tak lagi mendengar ungkapan hati adik-adik saya? Jadilah saja orang "awam" yang tak peduli, perhatiaan atas keluh-kesah anak-anak kita.
Saya merasa malu jika tak memberikan apa yang terbaik. Malu jika hanya menjadi kakak otoritas tanpa landasan. Mengarahkan diri tak "menjiwai" jiwa adik-adik saya.
"Dek, Kakak malu tak bisa memenuhi pintamu..,"
"Dek, Kakak tidak bisa menjadi terbaik bagimu..,"
Hmm.
Sulit menjadi terbaik, perjalanan sangat panjang menujunya, namun kuusahakan menuju perihal terbaik itu. Meskpun baru di perjalanan awal. Karena saya tahu, "perjalanan 1 mil dimulai dari 1 langkah".
"Dek, izinkah saya sekali lagi menjadi adikmu. Merubah diri ini, memahamkan diri, bahwa kakak bersamamu."
Panggilan amanah "Kak" terasa malu menyandangnya. Kapan? Apabila sapaan itu hanya dibibir. Profesi "Kak" seharusnya menjadikan saya lebih dewasa.
8 Februari 2012

0 comments:

Post a Comment

Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك