Semalam rekan kerja kehilangan HP. Belum lunas
cicilan lagi. Namun, itulah sebuah konsekuensi yang harus ditelan. Padalah
hari-hari sebelumnya, pun dia kehilangan STNK, SIM dalam kamar kos. Sudahlah,
jangan bersedih, kawan. Toh, memendam kesedihan sama saja menabur kekecewaan
dalam hati. Ikhlaskan saja. Saya tahu, HP adalah kebutuhan primer, ada keperluan
yang mendesak, info terbaru dari kabar teman-teman harus ditanyakan, tetapi,
sekali lagi, kita harus menerima keadaan.
Koreksi diri sendiri dulu, siapa tahu ini
merupakan efek dari dosa-dosa yang kita lakukan. Teringatlah saya pada tahun
2011, peristiwa sama saya alami, tas ditaruh di dekat kasir, saya tutup dengan
rapat. Loh, beberapa menit saya kembali mengecek keberadaan HP, -qaddarulloh-,
hilang sudah! Huft. Baru 2 pekanan saya beli, uang kumpulan insentif per-shift
yang menjadi asalnya, harus hilang.
Untungya ibu saya bukan bawaan pemarah. Tetap
mengatakan, "Sudahlah, mau diapakan jika sudah terjadi.." Saya tahu, ibuku
sangat kecewa karena pada saat itu, ibuku yang menemani pergi berbelanja HP.
Barokallohu fik.
Kemudian, saya mengevaluasi diri sendiri,
"Mungkin banyak dosa menempel pada diri ini dalam memungsikan HP yang hilang
itu."
Itulah kata-kata "sadar" yang kerap saya ucapakan
saat teringat HP yang hilang.
Kawan, ucapkanlah kata-kata di atas, setidaknya
bisa menenangkan diri. Kita adalah makhluk yang lemah, janganlah memperlemah
diri lagi. Masih banyak "badai" di depan mata. Bersyukur saja, kita semua masih
memiliki manisnya "iman", apa jadinya jika "keimanan" itu pergi juga?
Alhamdulillah, hal itu masih ada di sanubari kita. Jagalah itu, karena itu lebih
berharga ketimbang HP.
4 Februari
2012
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك