بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Aku menemohon kepada Alloh Yang Maha Mulia, Robb (Pemilik) Arsy yang Maha Agung agar senantiasa menolong dan membelamu di dunia dan di akhirat, menjadikan kalian seorang yang senantiasa diberkahi di mana saja kamu berada dan semoga Alloh menjadikanmu termasuk orang-orang yang apabila diberi kenikmatan, maka bersyukur. Apabila ditimpa musibah, maka bersabar, dan apabila terjatuh dalam perbuatan dosa, maka beristigfar. Sebab ketiga perkara itu adalah tanda-tanda kebahagiaan.
Lanjutan dari tulisan sebelumnya, sekarang syaikh berdoa dengan menyebut:
- Aku menemohon kepada Alloh Yang Maha Mulia, Robb (Pemilik) Arsy yang Maha Agung agar senantiasa menolong dan membelamu di dunia dan di akhirat...
Syaikh berdoa kepada Alloh yang Maha Mulia, Robb (pemilik) Arys agar kita ditolong di dunia dan di akhirat. Sebab di dunia banyak ujian, kalau bukan karena Alloh yang menolong kita, maka rasanya sulit menyelesaikan beragam soal kehidupan. Apalagi di akhirat, dimana tidak ada lagi kesempatan untuk beramal, maka kita didoakan agar selamat di akhirat. Di mulai dari masuknya kita di alam barzakh, dan akhirat kelak. - ...menjadikan kalian seorang yang senantiasa diberkahi di mana saja kamu berada...
Ini adalah akhlak syaikh yang mulia, ia kembali mendoakan kita agar diberikan barokah dalam setiap keadaan. Apa arti barokah itu? Diterangkan oleh al-Ustadz Abu Abdurrohman Thoria bahwa barokah yaitu 'kebaikan yang banyak (berupa kesehatan, rezki, dll) dan kebaikan itu menetap dan tidak akan pernah hilang'. Inilah makna dari barokah (baca: berkah).
Subhanalloh, kita didoakan agar mendapat kebaikan dari segala sisi kehidupan. Dan hal itu tidak akan hilang dan menetap. Karena itulah, doa "Barokallohu fik" harus dipahami kedalamannya, sebab doa ini sangat agung! Yaitu berharap kepada yang didoakan mendapat kebaikan banyak dan menetap dimanapun kita berada. Allohu akbar. - ...semoga Alloh menjadikanmu termasuk orang-orang yang apabila diberi kenikmatan, maka bersyukur...
Sesungguhnya salah satu syarat agar nikmat dari Alloh itu bertambah adalah dengan bersyukur atas nikmat Alloh. Sehingga, ciri muslim yang baik hatinya dalah bersyukur atar nikmat yang ia dapatkan.
Kalimat, "Syakarat Ad-Dabbatu," maksudnya, unta itu gemuk. Unta dikatakan gemuk jika terlihat padanya tanda-tanda makanan yang telah dimakannya. Unta dikatakan syakur jika terlihat padanya kegemukan melebihi kadar porsi makanan yang telah dimakannya. Itulah defenisi syukur. Lalu bagaimana kategori seseorang itu dikatakan bersyukur? Apakah dengan mengucapkan alhamdulillah seseorang itu sudah bersyukur? Belum tentu! Sebab, bersyukur itu ada 3 syaratnya! Kalau bisa dilakukan ke-3 syarat ini, maka seseorang itu baru dikatakan telah bersyukur.
Apa itu? Ibnu Qoyyim -rohimahulloh- memaparkan syaratnya:- Ia mengakui nikmat itu datang dari Alloh.
Dari point pertama ini, banyak orang sudah tidak bisa memenuhinya. Sebab taktala datang sebuah kenikmatan, kadangkali kita menyandarkan nikmat itu asalnya dari potensi kita, kekuatan kita, kekayaan intelektual kita.Mengakui nikmat Alloh Ta’ala pada diri kita bisa dilakukan dengan cara kita tidak mengklaim nikmat itu kita dapatkan murni karena keahlian, atau pengalaman, atau usaha, atau jabatan, atau status sosial, atau kekuatan kita. Tapi, kita nyatakan nikmat itu murni berasal dari Alloh Ta’ala.
Ketika Qarun mengklaim nikmat pada dirinya murni ia peroleh karena ilmunya, maka Allah Ta’ala menenggelamkannya beserta istananya ke dalam bumi. Tilik pula Nabi Sulaiman -alayhi salam- yang diberikan anugerah berupa bisa menundukkan "angin", yang beliau bisa perintahkan untuk bertiup atau tidak atas izin Alloh. Diberikan pula nikmat "menaklukkan besi" tanpa ditempa. Jadi beliau alayhi salam bisa membengkokkan besi tanpa pemanasan, dan semisalnya. Tetapi, tatkala ia diberikan nikmat ini, apa jawaban beliau alayhi salam? Ini adalah nikmat dari Robb-ku, untuk mengujiku!
Subhanalloh Jika seseorang mengakui nikmat pada dirinya berasal dari Alloh Ta’ala, otomatis ia menyanjung-Nya atas nikmat-nikmat itu. jika seseorang menyakini Alloh Ta’ala pemberi nikmat dan menyanjung-Nya, maka ia tidak etis menggunakan nikmat-Nya untuk bermaksiat kepada-Nya. Misalnya dengan cara ia mengembangkan hartanya secara ribawi, atau seseorang diberi kesehatan tapi ia mendzalimi orang lain. Jika kita melengkapi ketiga syarat syukur itu, Allah Ta’ala pasti menambah nikmat-Nya pada kita, karena Dia berfirman: "Sesungguhnya jika kalian bersyukur, Kami pasti menambah (nikmat) kepada kalian." (Ibrahim: 7) - Ia menyanjung Allah atas nikmat itu.
Setelah ia menyandarkan bahwa nikmat itu datang dari Alloh, berikutnya ia memuji Alloh, seperti ucapan subhanalloh. Ini banyak dilakukan oleh kaum muslimin. Tapi, banyak tergelincir di syarat ke-3.
- Ia menggunakan nikmat itu untuk mendapatkan keridhaan-Nya.
Ini yang rumit. Karena setelah mendapatkan nikmat, maka nikmat itu diarahkan kepada aturan yang ditetapkan Alloh. Barulah seorang hamba dikatakan bersyukur. Saat ia mendapatkan harta, ia kemudian menafkahkannya di jalan yang diridhoi Alloh. Ini diberikan kesehatan, ia manfaatkan kesehatannya untuk menuntut ilmu agama. Ia diberi waktu, dituntut ia melakukan aktivitas ibadah.Di sinilah banyak yang berguguran. Karena ke-3 syarat ini harus penuh dilaksanakan. Jika ingin bersyukur, kembalilah ke-3 point di atas.
- Ia mengakui nikmat itu datang dari Alloh.
- ...Apabila ditimpa musibah, maka bersabar....
Syaikh kembali mendoakan kita agar di saat ditimpat musibah, kita bersabar. Sudahkah kita melakukannya?Manusia ada 3 golongan saat menghadapi musibah.- Berkeluh kesah
Yaitu, mendapatkan ujian, ia mengeluh. Seperti ban mobil bocor, ditusuk duri, ia mengeluh karena terlambat pulang ke rumah. Ini tidak bersabar namanya! Ia harus ridho atas ketentuan Alloh. Sebab setiap manusia sudah ditentukan takdirnya. - Bersabar
Inilah wujud yang benar dari keimanan seorang muslim. Ia bersabar atas ujian yang ia idap. Adanya cobaan berupa harta, keluarga, dsb, ia bersabar. Inilah golongan manusia yang selamat. Tetapi, masih ada golongan yang lebih hebat, apa itu? Itulah golongan ke-3. - Bersyukur
Mengapa? Sebab pada hakikatnya musibah itu adalah tanda kecintaan Alloh kepada hamba-hambanya. Hamba yang diberikan ujian, berarti diiingikan kebaikan pada dirinya. Dalam sebuah hadits, disebutkan, apabilan Alloh menginginkan kebaikan kepada hambanya, maka orang itu akan diberikan ujian. Dalam rangka apa? Ingin ditahu, siapa yang jujur dalam keimanannya! Sudahkah kita siap pada level ini?
Ada sebenarnya hikmah, mengapa kita harus bersyukur atas ujian! Apa itu? Karena ujian itu adalah pengguggur dosa-dosa yang telah lewat. Ia akan menghapus dosa-dosa kita sebelumnya. Sehingga, dosa di dunia ini akan habis oleh ujian itu. Alangkah buruknya jika dosa itu ditangguhkan Alloh hingga hari kiamat, sementara hari kiamat itu siksanya sangat pedih. Coba bandingkan, kalau ditelusuri lebih baiklah kita mendapat cobaan di dunia terlebih dahulu, mendapat musibah, dan sejenisnya. Karena ujian itu pasti bisa dilewati.
Manusia yang mendapatkan musibah di dunia, pasti bisa disolusikan dengan kadar kemampuan kita. Sebab Alloh sendiri yang katakan dalam firmannya, artinya, tidaklah Alloh memberikan ujian kepada hamba, kecuali atas dasar kemampuan manusia itu. Ketimbang siksa di akhirat! Tentunya sangat pedih. Dan akhirat, tidak ada lagi waktu untuk kembali di dunia untuk menyesali perbuatan. Karena itulah, para ulama salaf, dulunya mereka sangat sedih jika tak mendapatkan ujian, musibah, cobaan, karena itu adalah alamat 'bahaya'. Sebab barometer bahwa Alloh mencintai hamba adalah dengan ujian yand ditimpa. Kalau tidak datang, ini adalah musibah bagi mereka! Allohu akbar.
- Berkeluh kesah
Itulah 3 tingakatan manusia saat merespon sebuah ujian, musibah, cobaan. Dan kesabaran itu pada benturan yang awal. Pada pertama kalinya datang! Tidak dikatakan seorang hambat itu bersabar, kalau pada awal kalinya ia mendapat musibah, ia meraung, mengeluh. Nanti hari ke-2, lalu ia bisa bersabar. Ini bukan bersabar namanya!
Tetapi, bersabar ialah saat pertama kalinya datang ujian, ketika kehilangan harta, maka seketika itu ia bersabar, diuji dengan keluarganya, ia bersabar secara bersamaan. Jadi, tolak ukur bersabar ialah saat itu juga datangnya musibah.
- ...apabila terjatuh dalam perbuatan dosa, maka beristigfar...
Syaikh, kembali melanjutkan doanya agar saat kita berbuat dosa, kita bersegera kepada Alloh. Meminta ampunan kepada-Nya. Sebelum datangnya maut, dan hari kiamat. Istigfar adalah pintu kebaikan bagi seorang hamba. Seorang hamba yang apabila melakukan dosa, maka hatinya akan ternodai. Bak kertas yang putih, akan diberi titik hitam. Apabila ia bertaubat, maka titik hitam itu pun menghilang. Lalu, ia kembali berbuat dosa, maka titik hitampun kembali tertuang. Hingga titik hitam itu melingkupi semua hati. Hati pun hitam.
Dan dikhawatirkan, nantinya hati itu ibarat gelas hitam yang terbalik. Apa maksudnya? Dimana hati itupun tak mau lagi menerima nasihat. Hatinya sudah pekat atas dosa! Tak mau lagi menerima nasihat dari Alloh dan Rosul-Nya, apalagi keluarganya. Sehingga, kita harus mengecek kembali diri-diri kita, apakah kita sudah bertaubat? Beristigfar? Sebelum hati hitam itu pekat dan terbalik. Naudzubillah min dzalik. Dan dosa tentunya banyak jenisnya, mulai dari pandangan, penglihatan, penciuman, dst dari indra kita. Ini semua berpotensi melakukan dosa! Maka jaga baik-baik semua itu. Kita kembali ke jalan yang lurus, jalannya para nabi dan rosul.
Kembalilah kepada Alloh, karena Alloh berfirman, artinya, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau, menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS Al-Imran [3] : 135)
...Semoga Alloh menjadikanmu termasuk orang-orang yang (1) Apabila diberi kenikmatan, maka bersyukur, (2) Apabila ditimpa musibah, maka bersabar, dan (3) Apabila terjatuh dalam perbuatan dosa, maka beristigfar.Ada apa dengan doa itu? Berkata syaikh,
...Sebab ketiga perkara itu adalah tanda-tanda kebahagiaan.Barangsiapa yang memenuhi ketiganya niscaya akan menjadi bagian dari mereka yang berbahagia. Bahkan, kebahagiaan lebih banyak dihubungkan kepada ketiga hal ini daripada yang lainnya. Semuanya mengandung makna Tauhid, kepasrahan, ketaatan, dan penerimaan dari Alloh.
Catatan Taklim Masjid Darul Falah, Makassar, 1 Jumadil Awal (13 Januari 2013)
Salam
www.kusnandarputra.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك