Friday, January 11, 2013

Hadiah 'Cermin Retak' Buat Anak

Saya sangat terkesima dengan bocah ini. Sangat menyentuh perasaan. Menerangi hati yang saat meredup.

"Ya Alloh, al-Qur'annya besar sekali, Ummi. Hurufnya juga besar," ucap sang anak sembari langsung membaca Qur'an itu.

Itulah sejenak fenomena yang saya alami saat menjaga toko. Dengan membuka pintu, anak itu langsung menerobos melihat-lihat tumpukan al-Qur'an. Ucapan anak itu mengingatkan saya pada anak-anak tetangga yang belakangan ini malah tidak bangga melihat al-Qur'an.

Jamak anak tetangga saya malah "menyanjung" tinggi derajat TV. Maksud saya pada konten TV itu sendiri. Ada yang bangga tatkala menonton serial kartun, film-film luar negeri berbaju kartun, dan masih banyak lagi yang malah membuat anak-anak kita 'pindah kiblat' ke arah yang tidak jelas.

Tentunya persoalan ini kadang dianggap kegembiraan pada pihak-pihak "menyepakati keterbelakangan stamina beragama". Paling parah apabila pihak itu adalah "kita sendiri". Mudah-mudah itu kekhawatiran saja. Semoga!

Lanjut, kalau demikian, seharusnya posisi kita menempati kedudukan lebih "pro". Karena dengan dasar seperti ini, bisa menjadikan diri lebih aktif 'menyelenggarakan' perubahan di keluarga: khususnya anak-anak kita.

Kita menantikan sosok anak yang mampu mendo'akan ayah dan ibunya, saat kita tidak ada lagi di dunia. Kita menantikan sosok peniru kebaikan di sepanjang jalan kehidupan. Menantikan anak kita yang paling minimal bisa mengagumi keislamannya,

"Abi, al-Qur'annya bagus!"

"Abi, kitab Shahih Bukhorinya lengkap!"

Itulah sederetan kalimat bisa menyejukkan hati kita. Dominasi perasaan cinta agama pada diri anak seharusnya mulai saat ini kita bisa terbitkan. Lantas, bagaimana tekniknya?

Satu saran kita; mulai dari diri sendiri. Jangan sampai diri ini justru menjadi 'cermin retak' bagi mereka. Kita memandatkan anak-anak untuk solat, justru kita meninggalkan solat saat itu pula. Menyuruh anak-anak mengaji di TPA, ditopang dengan ancaman jika tak pergi, malah kitalah 'rabun' dengan al-Qur'an. Tidak ada stamina belajar kembali. Perlu diingat, status orang tua, yang usianya sudah menggunung, tidak berarti hal itu "lampu merah" dalam menuntut ilmu. Sebab, ilmu itu tak mengenal usia.

Semoga Alloh menjadikan kita teladan yang baik. Dan semoga Alloh menjadikan mereka (anak-anak) kita lebih rekat dengan Alloh dan Rosul-Nya. Amin.

27 Maret 2012

0 comments:

Post a Comment

Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك