"Jika tidak bisa berkata baik, maka diamlah."
Pun kita melihat bagaimana seorang guru menyapa muridnya dengan kata 'kamu'. Ini juga melahirkan konotasi pembeda.
"Kamu itu harus belajar!" pinta guru dengan tegas.
Di sana nampak berbeda antara guru dan anak. Seolah-olah guru bukan lagi tokoh pelajar. Karena itulah, kadang siswa tidak menyerap ilmu darinya bersumber atas sapaan 'aku' dan 'kamu' lagi.
Lantas, bagaimana solusinya?
Saya menyajikan bahwa ada sebenarnya kata ganti 'aku' dan 'kamu', itulah 'kita'. Kata inilah sesungguhnya paling indah. Sebab tidak ada beban saat menyebutnya, justru kesakinahan melingkupi hati.
"Ada banyak pengorbanan yang harus kita siapkan agar 'kita' inilah menjadi yang lebih ktia utamakan," kutipan pada buku itu.
Bagi sang suami yang merajut cinta bersama istri, cukupkan diri mereka dengan sapaan 'kita'. Alangkah sedapnya jika mendengar seperti ini,
"Ayah, yuk 'kita' merajut cinta di rumah ini."
Begitu pula bagi guru, terasa plong sang murid tatkala mendengar,
"Nak, 'kita' adalah manusia pembelajar."
Jangan ada lagi tegur guru berbenuk 'kamu'. Gara-gara mengedepankan otoritas 'aku'. Ingat, 'kita' adalah makhluk dhoif (lemah). Mari menyempurnakan sapaan 'aku' dan 'kamu' dengan satu kata saja: 'kita'.
Karena perjalanan waktu itu panjang, maka mulailah bergerak semenjak membaca tulisan ini.
Sekaranglah waktunya berubah. Sudah siap? Bismillah.
12 Februari 2012
Wednesday, January 9, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك