Saturday, January 19, 2013

Lemari Buku, Hadiah dari Ibuku

 Buku pertama disebutkan lahir di Mesir pada tahun 2400-an SM setelah orang Mesir menciptakan kertas papirus. Kertas papirus yang berisi tulisan ini digulung dan gulungan tersebut merupakan bentuk buku yang pertama. Ada pula yang mengatakan buku sudah ada sejak zaman Sang Budha di Kamboja karena pada saat itu Sang Budha menuliskan wahyunya di atas daun dan kemudian membacanya berulang-ulang. Berabad-abad kemudian di Cina, para cendekiawan menuliskan ilmu-ilmunya di atas lidi yang diikatkan menjadi satu. Hal tersebut memengaruhi sistem penulisan di Cina di mana huruf-huruf Cina dituliskan secara vertikal yaitu dari atas ke bawah.

Buku yang terbuat dari kertas baru ada setelah Cina berhasil menciptakan kertas pada tahun 200-an SM dari bahan dasar bambu di ditemukan oleh Tsai Lun. Kertas membawa banyak perubahan pada dunia. Pedagang muslim membawa teknologi penciptaan kertas dari Cina ke Eropa pada awal abad 11 Masehi. Disinilah industri kertas bertambah maju. Apalagi dengan diciptakannya mesin cetak oleh Gutenberg perkambangan dan penyebaran buku mengalami revolusi. Kertas yang ringan dan dapat bertahan lama dikumpulkan menjadi satu dan terciptalah buku.

Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman. (http://id.wikipedia.org/wiki/Buku)



Keseharian membaca buku, bukanlah sekedar penghibur diri. Tetapi, itu adalah tuntutan, bahkan konsekuensi logis bagi diri saya ketika menjadi seorang muslim. Sebab menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Hal ini sesuai dengan hadits Rosululloh Shallallaahu 'alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh sekelompok shahabat di antaranya Anas bin Malik radiyallahu 'anhu :

"Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim"

(HR. Ahmad dalam Al'Ilal, berkata Al Hafidz Al Mizzi; hadits hasan. Lihat Jami' Bayan Al-Ilmi wa Fadhlihi, ta'lif Ibnu Abdil Baar, tahqiq Abi Al Asybal Az Zuhri, yang membahas panjang lebar tentang derajat hadits ini)

Ilmu yang demaksud di atas adalah ilmu dien yaitu pengenalan petunjuk dengan dalilnya yang memberi manfaat bagi siapa pun yang mengenalnya.



"Kutu buku perlu dibasmi"

Pecinta buku biasanya dijuluki sebagai seorang bibliofil atau kutu buku. Namun, saya bukanlah kutu buku. Karena kutu identik serangga parasit kecil yang hanya hidup pada kepala manusia. Jika saya ibaratkan, kutu buku itu, manusia pencari informasi sebatas karena mereka merayap pada naskah-naskah, lebih ringkas, manusia ini membaca alih-alih keterpaksaan tugas. Itulah kutu buku, menjadikan buku sebagai sarana santapan tugas. Bukan niat ikhlas.

Kutu buku adalah parasit yang sulit dibasmi, terutama karena mereka adalah makhluk yang cepat berkembang biak. Sama juga dengan plagiator-plagiator naskah yang kian hari semakin merambah ke tengah-tengah umat. Kejujuran semakin minim. Sehingga sewajarnya, mari kita basmi asumsi "kutu buku" itu. Sementara penggarap buku, selalu saja mengarungi lautan ilmu pada buku-buku itu. Baik dikala senang, duka. Tidak ada keterpaksaan, yang ada hanyalah cinta bacaan.



Tak disangka jika hari itu mendapat kado ukuran besar, melebihi tinggi saya lebih kurang 167 cm. Hadiah terindah karena mendukung kesukaan privasi saya. Itulah "Lemari Buku" dengan 4 rak. Secara fisik, lemari ini terbuat dari bahan kayu, dengan sedikit percikan seni berwarna orange pada dinding-dindingnya.

Merasa dekorasi ini sangat indah adalah penyejuk hati. Ditambah lagi buku-buku saya mulai terpublish karena selama ini hanya tersimpan dalam kamar pribadi. Pemindahan lemari ke ruang tamu sungguh bernilai positif. Orang-orang ketika masuk rumah, bisa langsung melirik judul-judul buku itu. Dan tentunya harapan saya, khayalak bisa meminjam buku tersebut. Karena ilmu memiliki nilai investasi apabila tersalurkan.



Luar biasa sekali, kini buku saya tertata dengan rapih, menghimpit satu sama lain. Pemandangan itu sudah menjadi saat-saat terindah bagi hati saya. Apalagi ketika membaca "sumber pengetahuan". Buku saya mayoritas konten agama Islam, dan minoritas segmen dunia. Tentu saja, yang konsentrasi agama saya letakkan pada rak paling atas. Itu adalah kerapian dalam penataan buku.



Ibuku selalu saja memberikan apa yang saya tidak minta. Sebagaimana kisah Salman Al-Farisi ketika memberi hadiah kepada Rosululloh. Kisahnya seperti ini:

Salman bercerita:

"Aku mempunyai sesuatu yang telah aku siapkan. Pada sore hari, aku mengambilnya kemudian pergi kepada Rosululloh shallallahu 'alaihi wa sallam, di Quba'. Aku masuk menemui beliau dan berkata kepadanya: Aku mendapat informasi bahwa engkau orang yang sholih. Engkau mempunyai shahabat-shahabat, terasing dan memerlukan bantuan. Ini sedekah dariku. Aku melihat kalian lebih berhak daripada orang lain. Aku serahkan sedekah tersebut kepada Rosululloh shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian beliau berkata kepada shahabat-shahabatnya: "Makanlah" beliau menahan mulutnya dan tidak memakan sedikitpun dari sedekahku. Aku berkata dalam hati, ini tanda pertama, kemudian aku minta pamit dari hadapan Rosulullah. Setelah itu ku mengumpulkan sesuatu yang lain, sementara Rosululloh shallallahu 'alaihi wa sallam sudah pindah ke Madinah. Aku datang kepada beliau dan berkata kepadanya: sungguh aku melihatmu tidak memakan harta sedekah. Ini hadiah khusus aku berikan kepadamu. Maka Rosululloh memakan hadiah dariku dan memerintahkan shahabat-shahabatnya ikut makan bersamanya. Aku berkata dalam hati ini tanda yang kedua."



Luar biasa kisah ini, mengingatkan betapa besar peranan orang-orang ringan tangan, senang memberi kepada sesama, apalagi seorang ibu yang tulus memberikan hadiah kepada anaknya. Itulah ibu saya.

16 Agustus 2011


www.kusnandarputra.blogspot.com

0 comments:

Post a Comment

Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك