Semua pasti yakin dengan perkataan seperti ini, "Pengalaman Adalah Guru yang Terbaik". Atau dibalik, "Guru Terbaik adalah Pengalaman." Sama saja.
Inilah praktik kehipan tetangga saya tadi, yang menerapkan pola seperti kata di atas.
Sepulang mengajar TPA, melihat anak yang dididik dengan pola ucapan. Dan ucapan ini, saya rasa kurang tepat. Sehingga dikhawatirkan akan membekasd hingga ia dewasa. Bayangkan saja, baru usia 2 tahun lebih kira-kira, anak ini sudah diajar ucapan, "Da daaa!" oleh ibunya saat melihat orang yang pergi.
"Ayo, Nak. Bilang 'Da Daaaaa 'sama om!" ringkih sang ibu sambil melambaikan tangan bergerak ke kiri dan ke kanan.
"Da daaaa!" sembari senyum simpul si anak bersamaan mengayunkan tangan ke atas pula.
Sang anak pun hanya 'patuh' sesuai aturan tabiat. Namanya saja, selalu mengekor berdasarkan representasi orang tua di masa kekanakan.
Inilah menjadi fokus pembicaraan kita, selaku pemerhati pendidikan. Seusai peristiwa itu, saya terperangah sejenak memikirkan peletakan dasar pola asuh yang salah. Dimana letak kesalahan itu?
Arikulasi sang ibu tidak tepat. Seharusnya, sebagai wahana edukasi di masa kekanakan, membuat artikulasi berkenalan dengan Islam. Anak sejak kecil diinformasikan akhlak Islam. Karena di masa ini adalah masa rentan taklid (Ikut-Ikutan). Jika membuat pola salah, anak pun mematuhi kesalahan itu. Begitupula sebaliknya.
Sehingga, sang ibu dan orang tua lainnya yang mendengar narasi ini memilih jalan terbaik. Yaitu, usahakan sapaan mereka saat orang sekitarnya bepergian dengan salam,
"Assalamu 'alaykum."
Ini lebih baik ketimbang kata "da daaaa" yang tidak memiliki alasan sejarah dan arti itu. Salam merupakan pola asuh kata paling fundamen. Dengan itu pula, sang anak belajar mendoakan orang lain. Mulai mengenal Islam. Tanpa dasar seperti ini, rasanya proposal kehidupan anak di masa depan akan rumit. Lebih banyak karakter yang tidak diinginkan. Inginkah kita melihat anak berkiblat dengan bahasa tanpa arti itu?
"Da daaa" sampai kapanpun akan tetap paten selama kita tidak merubah dari keluarga.
"Da daaa" menjadi tabiat anak hingga dewasa tanpa pengarahan sejak dini.
Berdasarkan hal ini, kasus-kasus kehidupan yang marak dibanjiri perkelahian, rusaknya hubungan, faktornya dari kata tanpa arti. Bersumber sapaan 'misteri'.
Karena itulah, eksplorasi kata-kata yang baik, apalagi memiliki nilai keislaman seperti: "Assalamu alaykuum, Barokallohu fik (Semoga Alloh merahmatimu), Jazakumullohu khoir (semoga Alloh membalas lebih baik" sejak dini harus dipatenkan.
Jadikanlah olah kata kita dari hari ke hari semakin baik. Meskipun harus menyita waktu yang relatif lama, tetapi tunggulah dimana kita akan melihat nantinya anak-anak kita yang memiliki stamina keislaman yang kuat. Karena sangat berbeda antara kata "Da Daaaa" dan "Assalamu 'alyakum". Memang sama dari sudut sapaan pulang. Tetapi, nilai kandungan memberikan interpretasi jauh. Di sana ada kandungan 'sapaan tanpa arti' dan 'sapaan beserta do'a'.
Tipikal edukasi bernuansi islam menjadi visi misi keluarga. Jadikanlah sapaan baik itu sebagai guru mereka semenjak dini. Karena guru terbaik akan menjadi pengalaman mereka. Dan ingat, tanpa kerja sama yang baik, sukar kita menciptakan suasana itu. Karena itulah, yang kita harapakan diri kita memulai, semoga Alloh memudahkan. Bismillah.
21 Februari 2012
Friday, January 11, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك