Monday, January 14, 2013

'Proposal Kehidupan' Anak yang Galau Seperti Ini

Kali ini, saya berpikir apa sebenarnya dibutuhkan oleh anak-anak kita. Yang tentunya tanpa kaitan makanan dan minuman. Saya mengajar di TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) dan SMA menuai ragam kehidupan bersama mereka. Terkadang ada bisikan-bisikan hati mereka, jeritkan yang sulit dipecahkan dan harusnya posisi keguruan itu bisa memberikan semacam solusi. Namun, hal itu kadang rumit. Karena itulah, izinkan saya menarasikan suara anak-anak kita. Mewakili bagaimana suara hati, jeritan mereka, yang lebih dibutuhkan ketimbang mengonsumsi materi pelajaran.

"Pak, saya adalah anak yang kurang mendapatkan sentuhan kasih dari orang tua. Ibu dan bapak saya hanyalah mementingkan dunia karir. Saya tahu, sesungguhnya perkerjaan itu adalah untukku juga. Namun, pada saat yang bersama, orang tuaku lupa, bahwa mereka telah menelantarkanku, mereka lupa menyuapi kasih sayang padaku. Sesungguhnya suapan uang hanya berdampak pada fisik saya, Pak. Membesarkan daging-daging yang menempel di tulang diri ini. Namun, apalah arti jika tubuh besar, tetapi hatiku kecil, lantaran kita bagaikan air dan minyak. Dimana bapak dan ibu saat saya membutuhkan kasih sayang? Selepas pulang kerja, tidak ada usapan cinta di dahi ini. Waktu pulang ke rumah dan menuju kamar sebagai pelepas penat saja. Usailah diri saya.

Bapak dan ibu lebih mementingkan karir. Sementara bapak dan ibu lupaaa!

Bahwa KARIR TERBESAR DI KELUARGA. Family is carier.

Saya selalu mengolah perasaan ini agar tidak terlalu sedih dengan cara mencari teman di kelas. Lebih erat rasanya bersama mereka. Serasa teman itu orang tua saya. Mereka mengusap air mata saat kesedihan menimpa. Mereka menceriakan ketika momen gembira datang. Sekali lagi, dimana Bapak dan Ibu saat itu?

Mengapa profesi orang tua diambil sahabat saya?

Kembalilah, Pak. Peluk diri ini, Bu!

Saya cinta kepadamu. Meskipun susah sekali memahamkan hal itu kepadamu. Saat engkau kerja, lupa saya sampaikan dengan menyalami tanganmu. Engkau lebih dahulu melangkahkan kaki menuju medan karir. Ketika itu, mengolah hati ini begitu rumit, hingga kepulangan sekolah masih tersimpan kegalauan itu.

Setiap berdo'a saya mengeksplorasi nama Ibu dan Bapak agar aku berbakti selaku anak. Saya menyebut-nyebut kebaikan bagimu. Dan itulah proposal bakti saya kepadamu.

Menyita waktu untuk medo'akanmu bukan hal berat. Justru, perkara yang ringan. Yang berat adalah cintamu sukar menyapa saya.

Artikulasi kata-katamu tiap hari 'memojokkan' saya. Seolah-olah saya ini TKI. Bukan, Pak! Bukan, Bu!

Saya ini buah hatimu. Yang engkau idamkan saat kelahiran. Tetapi, stamina 'ayah' rasanya tak sama di hari-hati awal kelahiran saya. Dimanakah 'stamina' itu sekarang?
Bukankah representasi 'ayah dan ibu' adalah 'mencintai' sepanjang masa?
Bu, Pak, saya sekali lagi menyatakan proposal cinta saya. Karena ujian kehidupan ini berat, tolong genggam erat tangan saya, Bu, Pak. I love You."

21 Februari 2012

0 comments:

Post a Comment

Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك