Inilah kisah perjalanan paling "mendalam" bersama sepatuku. Sepatu yang kini
sudah "retak" dan menyisakan kenangan yang mengesankan. Janganlah engkau melihat
sepatuku sebagai benda "tak" bernilah lagi. Meskpun demikian, ia memiliki
"album" perjuangan besar bersamaku.
Perkiraan tahun 2009 adalah waktu dimana membeli sepatu itu di sebuah
swalayan. Ada beberapa jenis yang terlihat, namun dengan pertimbangan keawetan.
Maka jatuhlah pilihanku pada sepatu di atas. Bentuknya instan, tidak
berbelit-belit memakaian. Ya, itu semua tatkala ia masih baru dan mulus.
Dan kini sudah 2012, sudah 3 tahun bersamanya, ia lusuh. Membuatku sadar,
lusuhnya ia berarti semakin tua pula diriku ini. Ada sesuatu
berkurang di sisi manusia. Itulah yang kita sebut sebagai umur. Selalu ada
korelasi benda yang kita gunakan bersama diri kita.
Sebuah kebersamaan.
Ialah sepatu bercorak hitam. Orientasi awal ialah peruntukan kuliahku.
Berangkat dari rumah menuju kampus merupakan momen "kebersamaan" kami.
Memfasilitasi diri dengan berkendaraan motor pun masih ditemani sepatuku.
Demikianlah sepatuku, membuahkan cinta dan kontribusi monumental. Bagaimanapun
kecilnya ia, tetap harus mendapatkan penghargaan. Sementara kalau dipikir, benda
ini sudah diinjak-injak, masih saja bernilai di sisi pemakainya.
Sepatuku adalah "sahabatku".
Ialah yang menemani dalam derap langkah saya. Menemani menuntut ilmu
agama.
Dan kini ia sudah tua. Saya telah mengambil jatah kehidupan bersama
dengannya. Saya tidak bisa berbuat banyak lagi bersamanya. Sementara sepatukulah
yang telah berbuat banyak kepadaku.
Adakah aku berbuat banyak? Untuk orang lain, keluarga, dan agamaku?
12 Februari 2012
Sunday, December 30, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك