Allah Subhanahu wa ta'ala
berfirman:
". Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu." (al-Baqarah: 185)
"Allah hendak memberikan keringanan kepadamu,
dan manusia dijadikan bersifat lemah." (an-Nisa': 28)
". Allah tidak hendak menyulitkan kamu."
(al-Maidah: 6)
Rasulullah Shallallohu alayhi wasallam
yang mulia bersabda, "Sebaik-baik agamamu ialah yang paling mudah
darinya."
"Agama yang paling dicintai oleh Allah ialah
yang benar dan toleran."
'Aisyah berkata,
"Rasulullah Shallallohu alayhi wasallam tidak
diberi pilihan terkadap dua perkara kecuali dia mengambil yang paling mudah di
antara keduanya selama hal itu tidak berdosa. Jika hal itu termasuk dosa maka ia
adalah orang yang paling awal menjauhinya."
Nabi Shallallohu alayhi wasallam
bersabda,
"Sesungguhnya Allah menyukai bila keringanan
yang diberikan oleh-Nya dilaksanakan, sebagaimana Dia membenci kemaksiatan
kepada-Nya."
Keringanan (rukhshah) itu mesti dilakukan,
dan kemudahan yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala harus dipilih,
apabila ada kondisi yang memungkinkannya untuk melakukan itu; misalnya karena
tubuh yang sangat lemah, sakit, tua, atau ketika menghadapi kesulitan, dan
lain-lain alasan yang dapat diterima.
Zaman kita sekarang ini lebih banyak
memerlukan kepada penyebaran hal yang lebih mudah daripada hal yang sukar, lebih
senang menerima berita gembira daripada ditakut-takuti hingga lari. Apalagi bagi
orang yang baru masuk Islam, atau untuk orang yang baru
bertobat.
Persoalan ini sangat jelas dalam petunjuk
yang diberikan oleh Nabi Shallallohu alayhi wasallam ketika mengajarkan
Islam kepada orang-orang yang baru memasukinya. Beliau tidak memperbanyak
kewajiban atas dirinya, dan tidak memberikan beban perintah dan larangan. Jika
ada orang yang bertanya kepadanya mengenai Islam, maka dia merasa cukup untuk
memberikan definisi yang berkaitan dengan fardhu-fardhu yang utama, dan tidak
mengemukakan yang sunat-sunat. Dan apabila ada orang yang berkata
kepadanya:
"Aku tidak menambah dan mengurangi kewajiban
itu." Maka Nabi Shallallohu alayhi wasallam bersabda, "Dia akan
mendapatkan keberuntungan kalau apa yang dia katakan itu benar." Atau, "Dia akan
masuk surga bila apa yang dia katakan benar."
Bahkan kita melihat Rasulullah Shallallohu
alayhi wasallam sangat mengecam orang yang memberatkan kepada manusia, tidak
memperhatikan kondisi mereka yang berbeda-beda; sebagaimana dilakukan oleh
sebagian sahabat yang menjadi imam shalat jamaah orang ramai. Mereka
memanjangkan bacaan di dalam shalat, sehingga sebagian ma'mum mengadukan hal itu
kepada Rasulullah Shallallohu alayhi wasallam .
Nabi Shallallohu alayhi wasallam berpesan
kepada Mu'adz bahwa beliau sangat tidak suka bila Mu'adz memanjangkan bacaan itu
sambil berkata kepadanya: "Apakah engkau ingin menjadi tumpuan fitnah hai
Mu'adz? Apakah engkau ingin menjadi tumpuan fitnah hai Mu'adz? Apakah engkau
ingin menjadi tumpuan fitnah hai Mu'adz?"
Diriwayatkan dari Abu Mas'ud al-Anshari, ia
berkata, "Ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Shallallohu alayhi
wasallam : 'Demi Allah wahai Rasulullah, sesungguhnya aku selalu memperlambat
untuk melakukan shalat Subuh dengan berjamaah karena Fulan, yang selalu
memanjangkan bacaannya untuk kami.' Aku tidak pernah melihat Rasulullah
Shallallohu alayhi wasallam memberikan nasihat dengan sangat marah kecuali pada
hari itu. Kemudian Rasulullah Shallallohu alayhi wasallam bersabda,
'Sesungguhnya ada di antara kamu yang membuat orang-orang lain. Siapapun di
antara kamu yang menjadi imam orang ramai, maka hendaklah dia meringankan
bacaannya, karena di antara mereka ada orang yang lemah, tua, dan mempunyai
kepentingan yang hendak dikerjakan."
Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah
Shallallohu alayhi wasallam bersabda, "Sesungguhnya ketika aku sudah memulai
shalat, aku ingin memanjangkan bacannnya, kemudian aku mendengarkan suara
tangisan anak kecil, maka aku percepat shalatku, karena aku mengetahui susahnya
sang ibu bila anaknya menangis."
Nabi Shallallohu alayhi wasallam sangat
mengecam terhadap hal-hal yang memberatkan apabila hal itu dianggap mengganggu
kepentingan orang banyak, dan bukan sekadar untuk kepentingan pribadi satu orang
saja. Begitulah yang kita perhatikan dalam tindakan beliau ketika ia mengetahui
tiga orang sahabatnya yang mengambil langkah beribadah yang tidak selayaknya
dilakukan, walaupun sebenarnya mereka tidak menginginkan kecuali kebaikan dan
pendekatan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala .
Semoga para imam yang kerap memanjangkan
bacaan shalatnya agar bisa memahami karakter jamaah. Lebih -lebih dalam durasi 1
jam shalat.
Makassasar, 7 Desember 2011
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك