Baru saja, saya lupa jam tepatnya. Salah seorang
rekan saya menawarkan link ke web dimana tulisannya "ia" posting. Sebagai bentuk
tawaran, tentunya kita tidak boleh menolah hal itu. Pertimbangan ia kawan dan ia
"invite me". Tiba di lapak tersebut. Luar biasa! Semua postingannya rerata sudah
diterbikan diberbagai media massa: kompas, fajar, tribun, etc. Hanya ada 3 yang
saya lihat. Salut! Subhanalloh! "Kok saya tidak seperti dia ya?" gumam diri saya
dalam-dalam.
Perlu Anda ketahui, ia itu "sejajar" dengan saya.
Sama-sama pria. "Lah, wong saya kok tidak seperti penulis produktif itu?" Salah
satu biangnya karena memang saya "tidak pernah mengirim lagi naskah kok!"
Alasannya apa? Bukankah itu popularitas dambaan penulis? Itukan pilihan jutaan
ummat? Karena melalui media kita akan dikenal khayalak? Tunggu saya
jawab,...
Gini, rasa cemburu pasti ada. Rasa iri memang
ada. Karena dengan persepsi "malu" itu, memberikan proyeksi pemikiran ke arah
lebih depan. Titik fokus jawab sederhananya: menulis adalah luas! Prinsipil saya
"out of the box", bahkan "out of the writing rules". Dan mudah-mudahan Alloh
memberikan keluasan untuk menuliskan naskah "Penulis Mendebat Penulis", yaitu
mengeritk teori penulisan yang kian salah, berawal dari niatnya, teknikanya,
etc. Insya Alloh.
Menulis hanya menulis, yang berawal dari asumsi
"innamal a'malu binniyat".... Niat saya dalam globalisme penulisan ringkas saja,
"Jangan menjadi karakter redaksi", jika mengirimkan naskah, pasti selera redaksi
menjadi tolak ukur. Makanya, kita kian "berkeringat" mencari tips selera
penerbit/redaksi, menjajaki aktor yang telah populer pada penerbit tersebut.
Namun, sekali lagi, jangan seperti itu, karena hal itu memberikan kebimbangan
karakter kepenulisan kita. Menulis itu susah. Ya, sekali lagi saya ulang,
"MENULIS MEMANG SUSAH". Kapan?
Ketika kita tidak mengetahui untuk siapa kita
menulis dan dalam niat apa menulis?
Longgarkan diri dari baju penerbit/redaktur.
Lebih baik kita "self publising". Bukankah semua penulis bisa melakukan itu.?
Hanya gen "kemalasan" yang masih menggerogoti stigma penulis.
26
Desember 2011
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك