Dari ba'da jum'at saya menemukan ide seperti
ini. Dengan dasar, dan melihat begitu banyak penulis yang masih bujangan hingga
detik ini. Entah mengapa! Apakah faktor keuangan memiliki peran sehingga masih
jauh menyempurnakan 1/2 agama ini. Ataukan belum ada "niat" untuk walimah. Nah,
saya sangat tertarik jika mengintip sisi kehidupan para penulis bujangan ini.
Sakin sibuknya menulis, hingga lupa menikah. Yang dipikir hanya menembus media.
Tidak ada yang salah dari hal itu! Tp, titik fokus saya, jika faktor itu
melupakan kebutuhan "sunnah" bagi penulis dewasa.
Selalu saja menjadi persoalan jika ditanyakan
bagaimana kriteria calon yang ideal. Apakah yang cantik bagi pria. Memiliki
status keluarga yang mapan, dll. Pokoknya sangat majemuk andaikata mendalami
kriteria calon. Yang pasti ada sebuah soal mesti dijawab bagi penulis, apakah si
penulis juga mencari wanita berprofesi penulis? Mungkin 80% lah, sudah pasti
mengharapkan profesi kembar. Setidaknya tidak menyebabkan futur kepenulisan jika
mendapatkan pasangan hidup sejiwa. Sehingga, faktor yang terpenting dari sisi
agama wanita tak lagi dilirik. Memang betul ya, kadang dunia menjadi penyekat
dari semua sektor kehidupan. Saya sangat tidak sepakat jika harus memlih wanita
karena produktif pula menulis. Mengapa? Karena itu bukan ajaran agama. Tapi,
melahirkan sikap selektif berlebihan. Ingatlah, "agama" wanita lebih penting.
Ambil contoh, pilhlah wanita sholeh, memiliki hafalan Qur'an yang banyak, Jilbab
yang menutupi aurat, etc sejalan tuntunan agama.
Saya tidak mengatakan wanita berprofesi
menulis, tidak bisa dijadikan calon, tapi, sekali lagi bukan "utama". Berbeda
antara profesi dan karakteristik sholeh. Selalu ada pembeda. Saya bukannya
menyalahkan persatuan penulis dalam tenda biru, tapi "agama" seorang wanita
lebih fundamen.
14 Oktober 2011
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك