Beberapa waktu lalu, saya meng-SMS beberapa kawan
dengan redaksi seperti ini:
HARUSKAH MENAATI SBY?
Alloh berfirman, artinya: "Hai orang-orang
beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul-Nya, serta PEMIMPIN di antara kamu."
(QS. An-Nisa: 59)
HARUSKAH PRO ATAS KENAIKAN BBM? PADAHAL
MASYARAKAT TIDAK SEPAKAT!
Rosululloh bersabda, artinya: "Hendaklah
kamu PATUH dan TAAT pada saat susah maupun senang, pada saat suka maupun
terpaksa, dan ketika pemimpin bersikap mementingkan diri sendiri. (HR.
Muslim)
APAKAH ADA KEBAIKAN SAAT MEMULIAKAN
KEPUTUSAN SBY TENTANG BBM INI?
Rosulullah bersabda, artinya: "Barangsiapa
memuliakan PEMIMPIN di dunia, maka Alloh akan MEMULIAKANNYA pada hari kiamat dan
barangsiapa menghina PEMIMPIN di dunia, maka Alloh akan MENGHINAKANNYA pada hari
kiamat."
LANTAS, APA YANG HARUS KITA LAKUKAN ATAS
KENAIKAN BBM INI?
Rosululloh bersabda, artinya: "Barangsiapa
tidak suka terhadap tindakan pemimpinnya, hendaklah ia bersabar karena tidaklah
seseorang mencabut ketaatan sejengkal, lalu ia meninggal, maka ia meninggal
dalam keadaan JAHILIYYAH." (HR. Muslim)
KALAU BEGITU, TINDAKAN NYATA APA
DILAKUKAN?
"Diantara tanda-tanda ahlus-sunnah adalah
mendoakan kebaikan kepadanya (pemerintah)."
Maka timbul beberapa komentar yang mengeritik,
dan secara tidak langsung, mereka menentang Alloh dan Rosul-Nya. Simak jawaban
mereka:
***
Komentar Pertama:
"Lihat dan telaah lebih dalam pemimpin
seperti apa yang dimaksud Rosululloh..."
Bantahan:
Bukankah hadits di atas sudah mewakili
bagaimana sikap yang seharusnya kita terbitkan? Apakah sama antara pendengar
hadits dengan pembantah hadits yang sudah jelas? Karena pemimpin, selama dia
masih muslim dan tetap menegakkan solat, maka wajib bagi kita untuk taat. Memang
dalam surah an-Nisa paling ideal adalah pemimpin yang adil. Namun, jika hal
tersebut tidak tercapai, apakah menyebabkan kita keluar jari persatuan?
Dengarkan perkataan Imam Hasan al-Bashri -rohimahulloh-, "Demi Alloh, agama ini
tidak akan lurus (berjalan lancar) kecuali dengan adanya pemimpin walaupun
mereka ZHOLIM. Demi Alloh, kebaikan yang Alloh berikan dengan adanya mereka
lebih banyak daripada kerusakan yang mereka perbuat."
Subhanalloh, tidakkah jawaban seperti ini
merubah citra pemikiran kita agar lebih arif dalam menerima keputusan?
Apalagi, dengan adanya hadits Rosululloh,
artinya:
Rosululloh bersabda, artinya: "Hendaklah
kamu PATUH dan TAAT pada saat susah maupun senang, pada saat suka maupun
terpaksa, dan ketika pemimpin bersikap mementingkan diri sendiri. (HR.
Muslim)
Tidakkah ini membuat hati merasa
legowo?
***
Komentar Kedua:
"Apakah semua pemimpin harus dipatuhi? Yang
manakah yang dimaksud ulil amri? Tidak semua penguasa disebut ulil amri. Apakah
wajar pemerintah yang zholim disebut ulil amri? Ulil amri yang dimaksud
al-Qur'an adalah pemimpin yang menjalankan syariat Islam, bukan sistem kufur
seperti demokrasi, akhi."
Bantahan:
Wahai saudaraku, apakah kita tuli dengan ayat di
atas?
Alloh berfirman, artinya: "Hai orang-orang
beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul-Nya, serta PEMIMPIN di antara kamu."
(QS. An-Nisa: 59)
Dan tidakkah Anda mendengar apa yang disebutkan
Nabimu,
Rosululloh bersabda, artinya: "Hendaklah
kamu PATUH dan TAAT pada saat susah maupun senang, pada saat suka maupun
terpaksa, dan ketika pemimpin bersikap mementingkan diri sendiri. (HR.
Muslim)
Perhatikan kata-kata SUSAH dan TERPAKSA. Apa
perintah Rosululloh jika menghadapi keadaan ini, "Hendaklah kamu PATUH
dan TAAT.."
Subhanalloh, sungguh indah pemandangan ini. Tidak
keluar dari lingkaran persatuan. Apalagi disambung oleh Ibnu Rajab, "Patuh dan
taat kepada pemimpin kaum muslimin merupakan kebahagiaan di dunia.."
Kalau engkau wahai pengeritik mengatakan,
"Apakah semua pemimpin harus dipatuhi?"
Dengarkan ini, Nabi Shollallohu 'alayhi wasallam
menjelaskan bahwa kewajiban patuh dan taat kepada pemimpin itu selama bukan
maksiat. Timbul pertanyaan, bagaimana contoh maksiat yang tidak dipatuhi?
Sebelumnya, mari kita simak pemaparan Syaikh Ibnu
Utsaimin -rohimahulloh- yang menjelaskan' "Jika pemimpin memerintahkan sesuatu,
tidak terlepas dari 3 keadaan berikut.
Pertama, yang mereka perintahkan termasuk
perintah Alloh. Dalam hal ini kita wajib melaksanakannya karena itu adalah
perintah Alloh dan perintah mereka. Misalnya, mereka (pemerintah) berkata,
"Dirikanlah solat!"
Dalam hal ini, kita wajib mendirikannya dalam
rangka melaksanakan perintah Alloh dan perintah mereka.
Alloh berfirman, artinya: "Hai orang-orang
beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul-Nya, serta PEMIMPIN di antara kamu."
(QS. An-Nisa: 59)
Kedua, mereka memerintahkan
sesuatu yang dilarang Alloh. Dalam keadaan seperti ini, kita katakana "Kita
hanya patuh dan taat kepada Alloh, dan kita tidak taat kepada kalian" karena
tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Sang Pencipta.
Misalnya mereka mengatakan, "Kalian tidak boleh solat berjamaah di masjid!" maka
kita katakana "Kami tidak akan patuh dan tidak akan taat."
Ketiga, mereka memerintahkan
sesuatu yang bukan perintah Alloh dan bukan perintah Rosul-Nya, serta tidak
termasuk larangan Alloh dan larangan Rosul-Nya. Dalam hal ini, kita wajib
mematuhi dan menaatinya. Kita menaati mereka bukan karena mereka si fulan dan si
anu, tetapi karena Alloh dan Rosul-Nya memerintahkan kita supaya taat kepada
mereka.
Rosululloh pernah bersabda, artinya:
"Dengar dan taatlah walaupun punggungmu dipukul
dan hartamu diambil."
Mereka bertanya kepada Rosululloh tentang para
pemimpin yang mengambil dan mendzolimi hak mereka (rakyat), lalu beliau
bersabda, "(Itu merupakan) dosa bagi mereka. (Hendaklah kalian memperhatikan)
kewajiban kalian. Kita diwajibkan untuk patuh dan taat." (Tha'atu
Wulatil-Umur)
Subhanalloh, andaikan hadits-hadits ini beserta
penjelasannya dikuping oleh kontra-person. Insya Alloh, akan lebih aman negara
kita. Apalagi pemerintahan kita saat ini, Alhamdulillah, tidak ada yang melarang
solat di masjid. Maka teringatlah kita dengan kisah Imam Ahmad yang begitu
memesona. Dimana Imam Ahmad pernah dipukul, diseret dengan kuda, dicambuk hingga
pingsan oleh pemerintah. Namun, apa komentar beliau saat menyicipi kekerasan
ini?
"Seandainya saya memiliki do'a yang mustajab,
niscaya akan saya berikan kepada penguasa."
Subhanalloh. Imam Ahmad tidak pernah memberontak
pada penguasa, padahal saat ini, Imam Ahmad memiliki kekuatan menggerakkan
massa, tetapi beliau memiliki sifat teladan yang baik. Malah beliau tetap
legowo, bersabar, karena pemerintahannya masih muslim.
Kemudian, jika kalau mereka mengatakan ,
"Ulil amri yang dimaksud al-Qur'an adalah
pemimpin yang menjalankan syariat Islam, bukan sistem kufur seperti demokrasi,
akhi."
Kita jawab: Siapa yang mengatakan bahwa ulil amri
kita tidak mau menjalankan syariat Islam? Sudahkan kita menjadi dokter yang
membedah hati pemerintah? Apakah dengan tidak menjalankan syariat Islam, maka
pemerintah telah kafir? Sungguh, justru orang-orang seperti ini yang pantas
untuk mendapat sekolah tambahan. Agar mereka lebih bijak dalam menggunakan
aspirasi.
Ingatlah perkataan Syaikh bin Baz, bahwa orang
yang merealisasikan hukum selain hukum Alloh, namun didalam hatinya menyatakan
"Sebenarnya ini tidak boleh!" Karena syariat Islam yang wajib. Namun, karena ada
faktor lain, maka sesungguhnya beliau tidak kafir.
***
Komentar Ketiga:
". Selamat ikut SBY, ya. Kami taat Alloh dan
Rosul-Nya, tapi dalam hal ini, kami tidak taat SBY."
Bantahan:
Ini malah lucu, katanya kami taat Alloh dan
Rosul-Nya. Eh, kok malah tidak taat pada pemerintah. Apakah orang ini menentang
Alloh? Saat Alloh berfirman, artinya:
"Hai orang-orang beriman, taatilah Alloh
dan taatilah Rosul-Nya, serta PEMIMPIN di antara kamu." (QS. An-Nisa:
59)
Justru orang ini, mengambil 1 ayat dan
membuang ayat yang lainnya. Naudzubillah min dzalik.
***
Komentar Keempat:
".jangan menggembosi sesama pejuang
dakwah."
Bantahan:
Siapa yang menggembosi? Bukankah tudingan itu
kembali kepada Anda sendiri? Yang kemudian mengurangi jumlah rakyat yang hendak
taat pada pemerintah? Wallohul mustaan.
***
Komentar Kelima:
".Senangnya SBY kalau semua rakyatnya seperti
antum."
Bantahan:
Alhamdulillah, jika arah komentar ini pada
perintah taat kepada ulil amri. Saya katakana, "Jazakumullohu khoir." Semoga
Anda pun taat pada ulil amri.
***
Dan Alhamdulillah, ada seorang yang membalikkan
SMS saya dengan komentar cukup baik
"Bolehkah menuntut keadilan kepada
penguasa? BOLEH.
Lihat saja amirul mukminin ketika itu ada
rakyat merasa tidak diperhatikan lalu meminta keadilan.
Dengan cara apa? DIPLOMASI.
Tanpa keonaran dan membeberkan aib
pemerintah.
Kalau penguasa tidak menggubris dan
membiarkan melarat, bolehkan digulingkan? TIDAK BOLEH.
Hadits mengatakan, selama dia masih solat
atau tidak dalam kekufuran yang nyata.
LANTAS? BERSABAR DAN MENDO'AKAN. Biar
Alloh yang membuat keputusan. Karena LAYUKALLIFULLOHU NAFSAN ILLA
WUS'AHA."
***
Penutup
Manusia senantiasa dalam kebajikan saat mereka
menghargai para ulama dan penguasa. Jika mereka menghargai 2 figur ini, maka
Alloh akan melimpahkan kebaikan pada urusan dunia dan akhirat kita. Lihatlah
peristiwa yang sempat dialami oleh Abu al-Wafa' bin Aqil al-Hanbali,
"Ibnu Aqil dikecam karena mencium tangan
seorang penguasa saat berjabat tangan dengannya, maka ia mengatakan, "Bagaimana
menurut kalian sekiranya ayahku melakukan hal itu lalu aku mencium tangannya?
Apakah itu salah ataukah benar? Mereka menjawab, "Tentu saja itu tepat!" Ia
berkata, "Ayah mendidik anaknya dengan pendidikan khusus, sementara penguasa
mendidik masyarakat dengan pendidikan secara umum. Maka, tentu saja, penguasa
lebih kita hormati. Sekarang ini ada sementara orang yang ingin mengaburkan
masalah tersebut."
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك