Monday, December 31, 2012

MEMBANGUN PERADABAN KOTA MAKASSAR

"Buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah menjadi sunyi, sastra bisu, ilmu pengetahuan lumpuh, serta pikiran, dan spekulasi mandek."
(Barbara Tuchman)

Tinggi dan majunya peradaban suatu bangsa selalu ditandai atau linear dengan produksi buku. Kemajuan peradaban Yunani, Islam, India, dan Cina disebabkan keterkaitan mereka dalam kelanjutan produksi dan distribusi ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, keterkaitan budaya. Yunani merupakan peletak dasar yang menempatkan buku sebagai bagian dari distribusi budaya. Dengan kata lain peradaban buku mulai dibangun oleh Yunani. Kemudian disusul oleh negara-negara di atas.
Deal or no deal, India yang saat ini menjadi raksasa ekonomi suatu saat akan menggeser raksasa Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan Jepang. Hal ini terwujud karena India telah membangun pondasi sejak lama untuk menuju masa keemasan dan beberapa tahun ke depan. Negara tersebut memiliki tradisi kuat yang berbasis pada dunia perbukuan. Saat ini, India merupakan negara produsen buku terbesar di dunia dan tradisi membaca dan menulis masyarakat tersebut telah menjadi tabiat paten. Dengan demikian, tercipta iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu dan suatu saat akan mencapai titik klimaks.

Bagaimana dengan negara kita?
Masalah penting rakyat Indonesia yang senantiasa bergejolak dan semakin besar adalah mengapa kita terus saja terbelakang dan tercecer dalam derap kemajuan bangsa-bangsa lain. Indonesia yang mendapat urutan ke empat terbesar di muka bumi (Sensus Tahun 2004: 238 juta jiwa) mengalami krisis distribusi ilmu. Semestinya dengan jumlah penduduk sebesar itu, merupakan ladang pangsa buku yang sangat besar, apalagi lebih 80% dari penduduk Indonesia bisa membaca dan menulis. Namun, sangat disayangkan jumlah judul buku yang diterbitkan setiap tahunnya sangat sedikit, hanya 7.000 judul setahun. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang jumlah penduduknya tidak terlalu jauh berbeda (Data 2004: 294 juta jiwa) mampu menerbitkan 75.000 judul buku. Belum lagi Malaysia yang memiliki penduduk tidak sebesar penduduk Indonesia, ternyata mampu menerbitkan 15.000 judul per tahun.
Juga Brunai Darussalam yang berpenduduk hanya 500 ribu jiwa atau 1 kecamatan di Kepulauan Jawa, ternyata mampu menggerser Indenesia sebagai negara produktif dalam menulis karya ilmiah pada lingkup internasional yang dihitung dengan penerbitan karya ilmiah atau tulisan pada jurnal.

Kendala Budaya Menulis
Salah satu kelemahan mendasar yang telah diidentifikasi sebagai biang adalah budaya budaya menulis sangat rendah dalam perbukuan di Indonesia. Selalu saja orang berargumentasi perlu bakat untuk menorehkan pena. Sesungguhnya asumsi demikian tidak perlu berlarut-larut. Setiap orang pada dasarnya bisa menulis. Menulis makalah, menulis puisi, menulis surat pembaca, menulis naskah pidato, menulis ringkasan kuliah, menulis laporan praktikum, menulis bahan presentasi, dan sebagainya menunjukkan bahwa orang tersebut punya "bakat" menulis. Persoalan menulis tidak terletak pada bakat, tetapi lebih pada masalah mental atau komitmen yang tidak pernah terbangun. Singkirkan anggapan bahwa menulis itu sulit. Yakinlah bahwa semua orang bisa menulis. Apapun bisa dipelajari termasuk menulis buku. Kuncinya terletak pada kemauan. Dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Oleh karena itu, ada anggapan bahwa jika kita sudah bisa berbicara, maka itu artinya kita sudah bisa menulis.
Persoalan kedua yang membuat orang enggan menulis adalah kesibukan atau tidak punya waktu. Waktu memang menjadi persoalan bagi orang yang sibuk, namun asal ada kemauan yang kuat, persoalan waktu bisa diatasi. Asalkan sesorang mengelola waktunya secara efektif, maka sesibuk-sibuknya seseorang pasti dia punya waktu luang untuk menulis. Waktu sisa yang hanya 10 menit sekalipun sangat berharga untuk menuliskan beberapa kalimat. Penulis buku laris seperti Andrea Hirata, Helvi Tiana Rosa, Gede Prama, dan sebagainya adalah orang-orang yang sibuk, tetapi toh mereka mampu menghasilkan banyak tulisan berupa buku. Yang penting adalah orang harus mau menyisihkan waktunya setiap hari untuk menulis, maka cepat atau lambat orang tersebut mampu menghasilkan buku.

Writing School
Kendala-kendala tersebut di atas perlu diberikan solusi dan solusi terbaik adalah dengan mengikuti Writing School. Writing School is study activity claiming cleverness in writing. Dengan kata lain, Writing School adalah melakukan aktivitas pembelajaran yang menuntut kepandaian dalam menulis. Writing School juga merupakan pendidikan alternatif yang terjangkau oleh semua kalangan, memberikan kemudahan bagi masyarakat agar bisa menulis, baik itu menulis buku, cerpen, dan sebagainya. Pendidikan pada Writing School berlandaskan Undang-undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 mengenai Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan dengan tegas juga menggariskan, "Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat." Oleh karena itu, dengan adanya aktivitas ini diharapkan seluruh masyarakat bisa menulis dan menjadikannya sebagai habit.

Manfaat pada Writing School
Writing School mengajak masyarakat mengerti manfaat dari menulis. Ada beberapa keuntungan menulis yang bisa diraih pada Writing School, diantaranya:
  1. Bagi Mahasiswa/Pelajar
-          Urusan skripsi terasa lebih mudah karena sudah terlatih menulis sejak awal.
-          Mahasiswa memiliki keahlian menulis di luar bidang kuliahnya.
-          Memperoleh rekan-rekan penulis di berbagai institusi perguruan tinggi.
-          Mendapatkan perhatian lebih dari pihak kamus. Dosen, dekan, atau rektor akan senang melihat mahasiswanya pintar menulis.
  1. Bagi Pekerja/Karyawan
-          Menunjukkan kepada orang lain bahwa dia punya kemampuan menulis selain bekerja di bidangnya.
-          Menunjukkan pada dunia bahwa dia memang mahir di bidangnya. Bila yang ditulis adalah ilmu bidangnya.
-          Membantu mempromosikan nama perusahaan tempat bekerja karena memiliki penulis andal.
  1. Bagi Ibu Rumah Tangga
-          Mendapatkan penghasilan tambahan jika mempu menulis buku dan kemudian terjual laris.

Menulis Itu Mudah
Menulis bukanlah suatu beban. Sebuah buku rata-rata terdiri dari seratus halaman. Buku saku berkisar 75 sampai 100 halaman, buku yang lebih lengkap tebalnya mungkin 150-200 halaman. Jika dihitung bersamaan dengan jumlah kata dan huruf yang dibutuhkan, maka buku 100 halaman terdiri atas 20.000 (dua puluh ribu) kata dan 115.000 (seratus lima belas ribu) huruf. Buku 150 halaman terdiri atas 40.000 (empat puluh ribu) kata dan 140.000 (seratus empat puluh ribu) huruf. Buku 200 halaman terdiri atas 50.000 (lima puluh ribu) kata dan 200.000 (dua ratus ribu) huruf.
Adapun akumulasi waktu yang dibutuhkan, jika setiap satu huruf membutuhkan waktu sepertlima detik, maka untuk sebuah buku 100 halaman saja dibutuhkan waktu sekitar 20.000 detik, atau 333 menit, sinonim 5,5 jam saja. Secara matematis, seorang penulis sangat mungkin menghasilkan sebuah buku setebal 100 halaman hanya dalam tempo satu hari. Hal itu sudah dibuktikan oleh beberapa ulama, seperti Ismail bin Zaid sang pemburu hadits pernah menulis semalam suntuk 70 lembar catatan yang rinci, Abul Faraj bin Al-Jauzi dalam sehari mampu menulis 4 buku dan setiap tahun jumlah bukunya bertambah sekitar 50-60 jilid buku. Ahmad bin Muhammad bin Abu Al-Mawahib menulis 5 buku dalam sehari. Tidak kalah hebat, penulis besar di negeri tercinta ini yang mampu menulis buku setebal 300 halaman hanya dalam waktu 3 pekan: Andrea Hirata.
Pada kegiatan Writing School, sangat sarat dengan pengembangan karakter penulis berbasis pada pelatihan seperti di atas. Peserta diberikan tenggang waktu untuk menulis buku yang begitu ringkas. Seluruhnya dalam rangka menumbuhkan komitmen dan kerja keras bagi semua peserta Writing School. "Tidak ada tips terbaik menjadi penulis, kecuali langsung praktik," pekik Mohammad Fauzil Adhim.
Oleh karena itu, metode ini sangat baik diterapkan dalam rangka menumbuhkan minat menulis bagi masyarakat, pekerja, mahasiswa/pelajar di Kota Makassar ini. Yang secara tidak langsung, dapat membangun peradaban bangsa Indonesia tercinta ini.
John F. Kennedy berkata bahwa warga negara yang baik adalah warga negara yang memberikan kontribusi kepada negaranya, bukan terlalu banyak menuntut kepada negara. Writing School adalah bentuk amalan tangan dari masyarakat, pekerja, mahasiswa/pelajar untuk kemajuan negara. Penulis yakin bahwa Kota Makassar yang telah memiliki penduduk 944.372 jiwa ini akan maju ketika mereka kerap menggoreskan pena.

0 comments:

Post a Comment

Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك