Monday, December 31, 2012

Dilema Profesi: Menikahi Sesama Penulis

Dari ba'da jum'at saya menemukan ide seperti ini. Dengan dasar, dan melihat begitu banyak penulis yang masih bujangan hingga detik ini. Entah mengapa! Apakah faktor keuangan memiliki peran sehingga masih jauh menyempurnakan 1/2 agama ini. Ataukan belum ada "niat" untuk walimah. Nah, saya sangat tertarik jika mengintip sisi kehidupan para penulis bujangan ini. Sakin sibuknya menulis, hingga lupa menikah. Yang dipikir hanya menembus media. Tidak ada yang salah dari hal itu! Tp, titik fokus saya, jika faktor itu melupakan kebutuhan "sunnah"  bagi penulis dewasa.

Selalu saja menjadi persoalan jika ditanyakan bagaimana kriteria calon yang ideal. Apakah yang cantik bagi pria. Memiliki status keluarga yang mapan, dll. Pokoknya sangat majemuk andaikata mendalami kriteria calon. Yang pasti ada sebuah soal mesti dijawab bagi penulis, apakah si penulis juga mencari wanita berprofesi penulis? Mungkin 80% lah, sudah pasti mengharapkan profesi kembar. Setidaknya tidak menyebabkan futur kepenulisan jika mendapatkan pasangan hidup sejiwa. Sehingga, faktor yang terpenting dari sisi agama wanita tak lagi dilirik. Memang betul ya, kadang dunia menjadi penyekat dari semua sektor kehidupan. Saya sangat tidak sepakat jika harus memlih wanita karena produktif pula menulis. Mengapa? Karena itu bukan ajaran agama. Tapi, melahirkan sikap selektif berlebihan. Ingatlah, "agama" wanita lebih penting. Ambil contoh, pilhlah wanita sholeh, memiliki hafalan Qur'an yang banyak, Jilbab yang menutupi aurat, etc sejalan tuntunan agama.

Saya tidak mengatakan wanita berprofesi menulis, tidak bisa dijadikan calon, tapi, sekali lagi bukan "utama". Berbeda antara profesi dan karakteristik sholeh. Selalu ada pembeda. Saya bukannya menyalahkan persatuan penulis dalam tenda biru, tapi "agama" seorang wanita lebih fundamen.

14 Oktober 2011

0 comments:

Post a Comment

Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك