Alhamdulillah, Web Kusnandar Putra Launching

Alhamudlillah, web terbaru Kusnandar Putra sudah diterbitkan. Semoga bisa memberikan kebaikan.

Makassar Sambut 2013 dengan Ketupat

Pasar Pa'baeng-Baeng yang terletak di Jalan Sultan Alauddin, Kota Makassar, kini dibanjiri pengunjung. Layaknya berlebaran, H-1 di pasar ini membuat jalan macet. Bentor, motor, mobil, termasuk dalam kategori terjebak dalam arus kemacetan. Para pejalan kakipun antri untuk berjalan.

Agar Engkau Bahagia

Semoga Alloh menjadikanmu termasuk orang-orang yang apabila diberi kenikmatan, maka bersyukur. Apabila ditimpa musibah, maka bersabar, dan apabila terjatuh dalam perbuatan dosa, maka beristigfar.

Arena Maaf

Aktor-aktor seperti ini yang sukar mengubar maaf, tentunya mencari iklim tertentu dalam pelontaran kata maaf. Sehingga 2 titik kuasa di antar bulan romadhon sebagai ajang pemanfaatan: Pra Romadhon dan Pasca Romadhon.

Terharu: Anak yang Buta Melantunkan Adzan

Tahukah Anda siapa yang adzan di masjd dekat rumah sy tadi? Ya, ia adalah seorang anak kecil. Ukuran 4 SD lah. Sungguh, suaranya melengking, begitu menyentuh,

Monday, June 3, 2013

Ada "Penjara" di Buku Catatan Anak-Anak Kita

بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Saya sebenarnya pusing, entah apa yang mau diposting malam ini. Mempertimbangkan hari ini online di tempat kerja. Ketimbang berpikir keras, mendingan saya membagi perihal aktivitas saat memeriksa buku tugas siswa. Tentu diri ini sadar, bukan perkara "urgen" membagi napak tilas keguruan saya. Setidaknya bisa melakukan aktivitas sharing bersama rekan-rekan pembaca.

Nah, saat itu, siswa diberi mandat sepekan untuk menyelesaikan soal latihan di buku cetak. Ini semacam bentuk refleksi bagi mereka, semacam kinerja pengajaran saya, apakah sudah paham yang berujung pada penyelesaian aneka soal Fisika.

Saat memeriksa buku tugas anak-anak itu. Tentu ada baiknya "melirik" halaman belakang buku mereka. Apa pasal? Soalnya terkadang ada persoalan rumit yang mereka simpan di balik buku mereka. Ada kata-kata, ringkihan, seruan hati mereka disisipkan bagian akhir buku, dan semuanya mengingatkan saya pada masa SMA. Bagaimana saya mencoret-coret bagian itu. Bukannya saya kekanak-kanankan. Yang kerjanya, profesinya "menghabiskan tinta " saja. Bukan! Itu adalah momen saat ada persoalan kehidupan, dan salah satu ruang aplikatifnya bagian akhir buku. Masih kosong! Artinya sempatkan saja menuliskannya. Di saat masih semester V, saat sang dosen mengajar, bukan materi pelajaran tercurah di buku saya. Malahan, tatkala dosesn menceritakan kehidupannya, itulah lebih saya dengar dan kemudian saya tulisakan.

"Jangan ada waktu dimana tidak ada hikmah yang kita petik dari segi kehidupan seseorang."

Sehingga, banyak dari buku dan catatan saya, mayoritas membahas persoalan kehidupan. Silahkan baca kumpulan tulisan saya di www.kompasiana.com/kusnandar
Nah, kembali ke awal. Saat memeriksa bagian akhir dari buku mereka,
Wow, ternyata yang dikeluhkan adalah persoalan "cinta" mereka,
Ada yang berpuisi cinta, menyatakan kesal akibat diputuskan pacarnya, menggambar simbol love saling memasangkan. Dan aneka ragam turtuang di bagian akhir itu.

Persoalannya adalah, ada sebenarnya yang terjadi di belakang mereka? Mengapa bukan perkara materi pelajaran yang dikeluhkan? Bukan keceriaan dalam bersekolah? Mengapa anak-anak kita dipenjara dengan cinta yang fana ini?
Mengapa ini terjadi, siswaku?

Bukalah mata, bukalah hati: siswaku, hidupmu adalah pilihan. Jangan mengeluh! Kita adalah pemenang. Dengarkan ini, mengapa saya katakan itu.
1. Anda adalah pemenang sebelum lahir, dengan mengalahkan jutaan sperma, namun hanya Anda yang satu-satunya menembus ovum.

2. Anda adalah pemenang menanti kelahiran. Mengapa? Saat 9 bulan, Andalah berhasil selamat dikeluarkan. Ingat, berapa banyak janin yang gugur sementara belum ditiupkan ruh kepadanya. Banyak anak yang digugurkan, karena malu melihat anaknya. Namun, kamu semua juara. Bisa keluar dari rahim dengan selamat.

3. Anda adalah pemenang setelah lahir. Mengapa? Karena dari beragam ujian dan cobaan, kamu bisa bersabar hingga masih hidup hingga saat ini.
Hmm..
Siswaku, robeklah keluhanmu, tatap masa depanmu dengan semangat dan jangan berkeluh kesah.
Jangan katakan,
"Ya Alloh, masalahku sangat besar.
Katakanlah,
Wahai masalah, Alloh Maha Besar."
9 Februari 2012
بارك الله فيك

5 Spidol Guru

بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Sebagai guru baru sepekan ini membawa 5 spidol tiap ke sekolah. Entah mengapa, kadang-kadang penumpukan spidol ini bersumber dari beberapa kelas yang saya ajar kelupaan. Maksudnya, saking asyiknya mengajar, spidol kelas itu saya bawa pulang. Dan ketua kelas mereka pun 'amnesia' mengambil spidolnya. Sehingga, penambahan spidolpun kian menambah.
Spidol merupakan senjata guru jika kehabisan suara. Dialah akan menjembatani kegalauan guru saat tak ada lagi ceramah ingin disampaikan. Maka cukuplah spidol mewakili bibir. Spidolpun memiliki fungsi beragam pada guru: apakah peruntukan mematenkan kata mutiara di papan tulis, menuliskan basmalah, menampilkan spirit kata via aksara, dan masih banyak lagi ragam ekslorasi sehingga dengan kata-kata yang terukir itu, bisa diingat dan diaplikasikan dalam kehidupan siswa.
Lima spidol di tas saya adalah bentuk persiapan ketika spidol satu lagi 'macet' sehingga ada alternatif. Sekali lagi, karena senjata guru ada laptop. Saya tahu di sana ada LCD. Untuk apa lagi menggunakan spidol? Tunggu dulu!
LCD sifatnya keahlian. Ada guru tak kuasai benda ini. Bagaimana mungkin menjamah LCD, sementara laptop tidak punya. Sahingga, kembali ke album lama: spidol. Dan ini bukan berarti tidak ada peningkatan. Bukan!
Sebab keahlian menggunakan perangkat LCD, hanya menunjukkan pemahaman penggunaan alat. Bukan peningkatan 'kecerdasan'. Banyak contoh di luar sana, bagaimana seorang guru yang telah dibanjiri fasilitas laptop dan HP mutakhir, namun tidak berdampak secara nyata dari sudut keilmuan guru. Sehingga muncullah istilah S.Pd (seperti dulu).
Karena itulah, saya rasa spidol tidak ada matinya. Guru yang membawa banyak spidol layaknya saya, adalah sebuah agenda pendidikan. Bagaimana cara agar mampu menggunakan secara baik spidol itu.
Sayangnya, warna 5 spidol itu hitam semua. Saya pun harus belajar mencari warna lain. Layaknya pelangi baru: hitam, biru, merah, hijau, kuning.
Setidaknya ada variasi 'mengelaborasikan' warna itu. Semuanya berarah pada 'modernisasi' tulisan. Alangkah indahnya jika guru menuliskan narasi berwarna hitam, menuliskan rumus warna biru, menyantumkan kata-kata mutiara dengan merah, dan semua keterangan lain bisa dipadukan warna yang ada. Sungguh alangkah indahnya.
Semoga ada kemajuan bagi guru kita. Bismillah...
28 Februari 2012
بارك الله فيك

"Ulangan" Tidak Mendewasakan Murid

بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Anak kita zaman sekarang menuai gamang pada rerata persoalan pendidikan. Semua ini laksana jamak ditemui di sudut-sudut percapakan anak-anak kita. Sekolah menjadi tempat kontamiasi edukasi, malah terarahkan pada kontaminasi pergaulan 'nyeleneh'. Simaklah anak-anak di sekolah, perhatian mereka tertuju pada perilaku yang tidak ada kaitan dengan mata pelajaran. Berpacaran, gosip, etc.
Jam istirahat -persepsi mereka- adalah waktu mengekspresikan 'kebebasan' dari penjara edukasi. Banyak bukti terlihat bersama kita, saat jam istirahat berbunyi, tiba-tiba murid lebih melewati suara bel,

"Horeeee!"
Seakan-akan anak-anak kita baru keluar dari penjara. Inilah tantangan bagi guru. Mengetahui 'sebab' ke-horean itu, mencari sumber hore ini.

Harapan kita adalah bagaimana ekspresi "hore" di saat jam pelajaran masuk, bukan hanya eksplorasi "usai" pelajaran. Sekali lagi, ini tantangan bagi kita.

Saya ingin bercerita ketika murid sedang Ulangan Fisika. Yang disinyalir di sinilah klimaks 'ketidaknyamanan' bersekolah. Sehingga muncul beragam keluhan.

"Pak, susahnya ujian!" keluh mereka sambil mengeriputkan dahi.

Saya berusaha memicu saat itu, tanpa memberi jawaban. Hanya menggunakan kalimat.
"Dek, ini hanyalah ujian kertas, jangan mengeluh! Karena jika kamu mengeluh pada ujian seperti ini, ketahuilah, sesungguhnya masih ada ujian terberat, itulah ujian kehidupan!" semangat saya sampaikan.

Seketika itu mereka diam. Mudah-mudah berpikir agar lebih dewasa, tanpa ada rasa keluh-kesah lagi. Di depan kita, masih banyak permasalahan kehidupan, jadikan momen ulangan siswa sebagai wahana mendewasakan pola pikir pula.

Inilah mata pelaran kehidupan sesungguhnya yang harusnya para guru kerap memberi panduan, meskipun di sela-sela pelajaran. Karena pengajaran itu, melahirkan siswa yang siap tempur di masa kita tak lagi bersama mereka.
Mari kita bimbing anak-anak kita ke gerbang 'tanpa keluhan'. Meretas kegamanangan siswa. Bismillah.
20 Februari 2012
بارك الله فيك

Antara Kebodohan Anak SMA atau SD

بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Yang mana lebih tolol, anak SMA atau SD? Kita beranjak dari segi IQ, pastilah Si SMA lebih mengungguli. Namun, bagaimana jika dipertanyakan rasa empati dari 2 strata pendidikan tadi? Apakah nilai karakter di SMA dan SD sudah diamalakan oleh si anak? Mari kita simak kisah ini:

Pulang mengajar, saya langsung pergi suatu tempat dalam rangka keperluan. Kali ini saya tidak menggunakan motor, mempertimbangkan  hingga saat ini saya belum memiliki SIM. Nah, dalam perjalanan itu, berada di atas pete-pete (baca: kendaraan transportasi Makassar) tiba-tiba naik juga siswa saya 4 orang. Maka dialog pun terjadi, dan pembahasan lumrah saja. Kurang lebih materi pelajaran yang baru saja siswa konsumsi. Hingga sampailah di tujuan masing-masing. Namun, 4 orang siswa saya mendahului. Dan tak satu pun dari mereka yang mau "membayarkan saya ongkos pete-pete." Apakah saya kecewa? Inikan persoalan sepele? Hmm, tapi mari kita mendengar kisah selanjutnya di hari yang sama.

Selepas isya, saya hendak pulang. Kembali menggunakan transportasi tadi. Sembari perjalanan, naik pula seorang anak.
"Sepertinya saya kenal anak ini," dalam  hati saya.

Tiba-tiba anak itu menyapa sambil tersenyum, "Kak, dari mana?"

"Dari sana ." senyum saya mengembalikan pertanyaannya. Ow, ternyata ddi ia santri saya di TPA (Taman Pengajian Anak-Anak). Sekarang ia masih SD. Sangat inspiratif, bahkan dia menyapa saya dalam perjalanan itu. Ketimbang si murid SMA, justru sapaaan awal dari bibir saya. Hmm. Lucu, anak itu.dia bersama sang ibu, katanya "Dari orang pintar!"
Waduh, saya tahu ini, pasti sang ibu bertanya pada dukun, atau sejenisnya. Hanya konotasi bahasa "Syirik" kerap diperhalus. Kasihan anak ini, masih kecil sudah diajak berbuat dosa. Barokallohu fik.

Ada yang menarik dalam kisah saya, ternyata sampai ditujuan, saya dibayarkan ongkos pete-pete oleh anak itu. Meskipun ibunya nanti mengeluarkan uang. Menyisakan pertanyaan pada diri saya, "Kok anak SMA tadi tidak membayarkan saya, malah anak SD membayarkan saya?"

Ah, sudahlah itukan persoalan minat dan kemauan. Tapi, kok masih tergenang yah peristiwa ini, siapa sebenarnya lebih berkarakter, lebih bodoh, si SMA atau SD?
Mungkin jamak bertanya, "Wah, Pak Kusnandar ini guru yang tangannya di bawah, berharap banyak dari siswa. Tidak ikhlas?"

Hmm, betul juga. Tapi, begini wahai saudaraku, betul bahwa guru itu memberikan panutan, bahkan kalau bisa, Pak Kusnandar yang mestinya membayarkan siswa. Tunggu dulu, saya sebenarnya mudah melakukan itu. Tetapi, saat itu, saya hanya mengetes apakah sudah ada "bekas" bagi diri siswa dalam praktik akhlak pada segmen kehidupan.
21 Januari 2012
بارك الله فيك

"Orang Tua Saya Termasuk Orang Tua yang Belum Sukses Mendidik Anaknya Sendiri."

بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Saat berada di sekolah, selau ada perkara baru saya buat. Bukan berarti ini aksi "bid'ah" saya, hanya semacam pembaruah gaya dan metode pembelajaran. Stasus di SMA yang tempati, bukanlah sosok menduduki jabatan istimewa. Sekedar membatu saja guru yang saat ini mengambil cuti hamil. Insya Alloh, bulan 3 sudah melahirkan. Dan artinya, sedikit lagi limit waktu meninggalakan para siswa dan lingkungan berkesan itu.
"Tidak usah kecewa!" Itulah kalimat yang bisa kita pakai saat mengalami kekecewaan. Wong, dalam perjumpaan pasti ada perpisahan.
Oleh karena itu, saat memasuki kelas perdana, saya sempatkan memberi angket kepada siswa. Memandatkan agar menuliskan:
Nama :
No. HP :
FB :
Twitter :
Alamat :
Niat menanyakian identitas di atas, adalah semacam bentuk perhatian kita selaku guru. Setidaknya memberikan spirit walaupun bentuk SMS (mendakwahi, memotivasi, memberikan kata-kata mutiara), melihat FB mereka setidaknya mengetahui keluhan-keluhannya, melihat alamatnya setidaknya bisa silaturrahmi sebagai bentuk apresiasi kekawanan kita bersama siswa.
Yang kemudian dilanjutkan memberi beberapa soal-soal kehidupan sekolah dan rumah mereka. Saya menanyai:
1. Bagaimana pendapat Anda tentang SMA ini?
Ini sebagai barometer kesuksesan tatanan sekolah sendiri. Merefleksi "kebetahan" siswa dalam habitatnya masing-masing. Jangan jamak menafsirkan sekolah itu baik, namun "Penduduk" di dalamnya mengalami kejenuhan. Dan ini kerap kita lupakan, "suara siswa" kita sendiri. Teringatlah saya saat masih duduk di bangku SMA. Ada sebuah kota saran di tempatkan depan perpustakaan. Orientasinya agar ada ruang kritik pada perkembangan pelajaran, sarana, dan hal-hal terkait dunia persekolahan. Karena itulah, harapan saya moga bisa ditiru. Mari kita buka ruang apresiasi. Dengarkan suara mereka. Dan ajak pula merkea sebagai "anggota" keluarga di sekolah.
2. Bagaimana pendapat Anda tentang Fisika?
Setidaknya ini menyadarkan saya bahwa ada persepsi lain yang membedakan dari insan satu dan lainnya. Betul saya mencintai Fisika, namun apakah objek kita mengalami hal sama? Rasanya perlu pembuktian dengan soal ini. Khawatir saya, siapa tahu mengajar terlalu serius. Sementara pihak lain mengalami "kegagalan minat". Sudah tertanam pada benak anak kita bahwa Fisika itu rumit. Membayang-bayangi kehidupan. Merusak tatanan perkembangan anak. Inilah misteri yang perlu ada solusi. Ingat kata-kata ini:
"Mengapa pola mengajar yang terbaik tidak menghasilkan apresiasi yang baik? Karena sang anak tidak mencintai pelajaran."
3. Bagaimana pendapat Anda mengenai guru-guru di sekolah ini?
Nah, ini paling kompleks dan menarik apabila melihat jawaban siswa. Ada yang menjawab,
".Baik-baik, juga sebagian sih." Artinya mayoritas "tidak diminati". Apa jadinya jika guru menjadi tampilan tidak diminati? Percuma mengajar. Yang tampil di depan hanyalah sosok ditakuti, bukan dicintai. Bukankah pendidikan itu melahirkan cinta?
Ada pula menjawab,
"Beberapa guru cara mengajarnya kurang baik." Ini lagi menjadi titik persoalan. Mengapa tidak bisa "berkembang" wahai guru? Bukankah angket setahun lalu, bahkan 5 tahun lalu pun mendapat jawaban yang sama?
"Beberapa guru cara mengajarnya kurang baik."
Ingat wahai guru, tidak ada rambu "stop" tatkala profesi guru disandang. Yang ada "Menjadi Lebih baik dari hari ke hari."
Bukalah mata kita, siswa adalah manusia yang butuh pola interaksi yang baik pula. Jadilah gurunya manusia.
4. Bagaimana pendapat Anda mengenai orang tua sendiri?
Saat menyampaikan soal ini, serentak siswa pada diam. Entah mengapa, apakah karena soal ini paling gampang di jawab atau sedih untuk dijawab. Hanyalah jawaban angket memberikan gambaran. Mari kita lihat apa jawaban mayoritas anak-anak kita,
".kadang saya merasa jengkel,."
".kadang-kadang saya juga marah.."
".Orang tua saya terlalu menekan saya. "
".Abi jarang di rumah memerhatikan saya.."
"..Ayah orangnya pelit, galak, dan tidak pernah memperhatikan saya."
Dan saya terdiam saat melihat jawaban ini,
"Orang tua saya termasuk orang tua yang belum sukses mendidik anaknya sendiri."
Subhanalloh..
Apa yang dilakukan selama ini? Mencari karir? Namun, mencederai anak sendiri. Memang betul bukan fisik dilukai. Tapi, apakah kita sadar, luka dalam hati lebih perih? Kita tak menyadarkan diri, bahwa karir tersukses adalah "karir" di rumah. Bagaimana melayani anak. Memberikan kasih sayang. Walaupun tak ada uang didapat. Uang bukanlah tolak ukur kebahagiaan. Sudah banyak insan begitu berlimpah ruah kekayaan. Namun, tanyakan soal ini:
"Apakah Anda bahagia bersama kekayaan?"
Mereka menjawab: TIDAK. Family is important. Tidak ada kebahagiaan termulia, selain keluraga. Bersama senyum simpul, memeluk, mencintai. Dan aneka ragam kebahagiaan.
Ah, rasanya malu saya menjadi guru jika tak menjadi orang tua kedua bagi mereka. Meskipun belum berkeluarga, setidaknya sudah memiliki anak 200 orang. Sangat berbagahagialah diri ini, saat bersama mereka.
Saya tiba-tiba "terperangah" melihat jawaban anak yang satu ini,
"Saya tak dapat berkomentar tentang ibu, sebab dari kecil saya tak pernah melihatnya akibat telah dipanggil Alloh."
Nak, izinkan saya menjadi orang tuamu kedua. Bersama bapak mengaruhi badai kehidupan.

9 Februari 2012

بارك الله فيك

'Teka-Teki Silang', Alternatif Pemberian Soal pada Siswa

بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Perjuangan datang lagi. Ini bukan soal peperangan. Apalagi fenomena Perang Dunia III.
Saya berperang bersama 'siswa' melawan ketakutan kita masing-masing. Apakah ketakutan itu? Sesuatu yang memenjarakan kita hingga tidak ingin lebih baik dari hari ke hari.
Bagi persepsi guru, ketakutan jenis inilah kerap diidap bersama. Ada fobia kuat hingga mempengaruhi segala aksivitas guru dan siswa. Apakah itu? Itulah ketakutan untuk MENANG.

Kemenangan dalam paradigma guru ialah bagaimana bisa menampilkan terbaik. Memberikan semaksimal mungkin sebatas kemampuan.

Dan murid pun harus memang. Bagaimana caranya? Mereka harus menampilkan terbaik pula. Belajarlah semaksimal usaha. Jangan mereka menyerah. Merekah harusnya lebih cerdas daripada guru. Itulah harapan saya.
Hari ini adalah momen 'ulangan harian I' mereka. Mereka pasti 'deg-deg'kan. Pasalnya bidang studi yang saya ajarkan sudah menjadi momok menakutkan. Sehingga, yang timbul adalah rasa 'takut'. Kalau seperti ini jadinya, mestinya saya 'merenovasi' gaya mengajar, bahkan cara pemberian soal. Setidaknya harapan saya bisa sedikit mengiris ketakutan mereka.

Sempat saya membaca buku di sebuah toko dan referensi di internet, bagaimana cara pembuatan soal yang menarik.
Ada beberapa point masih saya ingat,
1. Menyajikan soal berbentuk teka-teki silang.
2. Soal dibaca dari arah belakang.
3. Aneka soal dibahasan seperti tulisan zaman doeloe.

Bagaimana contohnya?

Ini dia contoh soal-soal saya:
-Teka-Teki Silang
Soal Mendatar:

2. Lensa positif disebut juga lensa ..
4. Rabun dekat disebut ..
7. Bayangan yang dibentuk cermin cembung selalu
bersifat maya, tegak, dan ...
8. Untuk mengamati benda-benda dilangit diperlukan .
9. Hukum pembiasan disebut juga hukum .
11. Simbol F pada cermin singkatan dari.
12. Drs.. adalah Kepala Sekolah SMA Anda
14. Sin 0 derajat = . (nyatakan dalam huruf)
15. Pada cermin datar, besar sudut . sama dengan sudut
pantul.
17. Pembiasan disebut juga persistiwa .. cahaya.
21. Nama guru yang digantikan oleh Kak Nandar adalah .
22. Kaca pembesar disebut .
23. Benda yang kerap dipakai dengan menggunakan
lensa adalah .

Soal Menurun:

1. Divergen artinya . sinar.
3. Alat untuk mengamati benda yang kecil disebut
5. Pada pembiasan, simbol n merupakan simbol dari .
bias.
6. Cermin yang bersifat mengumpulkan sinar adalah
cermin ....
10. Benda yang terdapat bagian cembung dan cekung
padanya adalah .
13. If you want to be .. you must appreciate the people
on your face.
16. Garis yang tegak lurus dengan bidang datar/batas
disebut garis .
18. Rabun jauh disebut juga sebagai ..
19. Sifat benda pada cermin cekung pada saat di ruangan
2: ., terbalik, diperbesar
20. Untuk melukiskan bayangan diperlukan minimal . sinar
istimewa.
-Soal dibaca dari arah belakang! 
1. !naksalej nad gnukec nimrec adap awemitsi ranis 3 nakrabmaG
(Menarik kan!)
 -(Tulisan Tempo Deoloe)
Seorang siswa SMA menderita raboen jaoeh memiliki titik dekat 10 tjm. Tentoekan jenis katjamata dan oekoeran lensa djang diperloekan agar dapat membatja pada jarak batja normal (+ 25 tjm)!
Semoga ada variasi berkembang dari kita masing-masing selaku guru. Karena manusia diberikan akal bukan artinya meneruskan album lama, tapi bukalah mata dan berkembanglah.
13 Februari 2012
بارك الله فيك

"Mosque Schooling": Kiblat Pendidikan yang Selama Ini Terpinggirkan

بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Sudah bercampur-aduk dalam sturktur pemikiran saya menenai ilmu pendidikan. Mulai dari buku-buku motivasi pengajaran, metode pengajaran, pendekatan, media, etc. Semuanya mengarah pada tujuan "duniawiyah".
Sempat terbetik dalam pemikiran saya, bahwa ada sebuah pendidikan yang akan meretas semua kasus, konflik dalam dunia pendidikan ini. Inilah "Mosque Schooling". Sudah lumrah jika saya mengatakan "Home Schooling", yang berdefenisi semua kurikulum pendidikan berbasis pada orang-orang rumah. Namun, kini saya menwarkan hal yang selama ini tertidur. Inilah yang saya sebut "pendikakan berbasis di masjid".
Mengapa saya mengambil basis pengajaran di masjid? Bukankah secara umum pendidikan di kelas? Saya menilai selama ini kita terlalu mengedepankan "pembangunan baru", mengupdate perkembangan, maka terdesainlah kelas, hingga menjadi sekolah. Itupun bertingkat-tingkat. Tragisnya kita berlomba untuk itu.
Apalagi pada masa Nabi dan khulafa ar Rasyidin, masjid berfungsi sebagai tempat beribadah, menuntut ilmu, dan merencanakan kegiatan kemasyarakatan. Dan sekarang ini semua kabur. Kemanakah semua ini? Terfokus pada menuntut ilmu?
Perhatikanlah, saya menilai itu semua terlalu ceroboh, bukankah ada sebuah lokasi "aman" di sana? Itulah masjid.

Definisi "Masjid"
Menurut istilah yang dimaksud masjid adalah suatu bangunan yang memiliki batas-batas tertentu yang didirikan untuk tujuan beribadah kepada Alloh seperti shalat, dzikir, membaca al-Qur'an dan ibadah lainnya. Dan lebih spesifik lagi yang dimaksud masjid di sini adalah tempat didirikannya shalat berjama'ah, baik ditegakkan di dalamnya shalat jum'at maupun tidak. Alloh berfirman,
" . , (tetapi) janganlah kamu campuri mereka (istri-istri kamu) itu sedang kamu ber-i'tikaf dalam mesjid ." (QS. al-Baqarah: 187)

Keutamaan Mendatangi Masjid untuk Belajar
Banyak keutamaan yang disebutkan oleh hadits-hadits nabawiah. Kami mencukupkan dengan hanya menyebutkan sebagian di antaranya:
A. "Barangsiapa yang berwudhu di rumahnya dan memperbaiki wudhunya kemudian dia mendatangi masjid, maka dia adalah orang yang berziarah kepada Alloh, dan sudah kewajiban bagi yang diziarahi untuk memuliakan orang yang berziarah."
(Ath-Thabarani dalam Al-Kabir)
B. "Barangsiapa yang pergi atau berangkat ke masjid maka Alloh akan mempersiapkan untuknya hidangan di dalam surga setiap kali dia pergi atau berangkat."
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari (2/117), Muslim (2/132)

C. "Barangsiapa yang berangkat ke masjid jamaah, maka setiap langkahnya akan menghapuskan kejelekan dan setiap langkahnya akan dituliskan pahala, pergi dan pulangnya."
Ini berasal dari hadits Abdullah bin Amr bin Al-Ash.
D. "Barangsiapa yang berjalan di kegelapan malam menuju ke masjid maka dia akan berjumpa dengan Alloh -Azza wa Jalla- dengan cahaya pada hari kiamat."
Ini dibawakan oleh Al-Mundziri (1/129) dari hadits Abu Ad-Darda` secara marfu'.
Subhanalloh, ini baru mendatangi masjid untuk mendirikan konteks pelajaran di sini. Bagaimana lagi jika diakumulasi dengan nilai pahala bagi pelajar yang menuntut ilmu? Saya yakin akan menggunung kebaikan di sana. Sekarang kita timbulkan pertanyaan, apakah ada pahala mendatangi sekolah? Apakah negeri atau swasta? Yang saya maksudkan mendatangi bentuk fisiknya! Apakah ada redaksi hadits bahwa Rosululloh merekomendasikan untuk mendatangi sekolah? Saya yakin pendapat kita sama.
Sekarang kita bisa membahas mengenai tujuan anak-anak ke sekolah. Survei pasti menyebut bahwa rata-ratas siswa mendatangi sekolah hanyalah sebatas mencari teman, mencari pacar, hiburan, kewajiban paksaan orang tua! Tidak ada niat ke arah mendapatkan pahala ilmu. Sangat sedikit yang demikian.



Pengakuan Ilmuan tentang "Mosque Schooling"
Sejarawan asal Palestina, AL Tibawi, menyatakan bahwa sepanjang sejarahnya, masjid dan pendidikan Islam adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Di dunia Islam, sekolah dan masjid menjadi satu kesatuan. "Sejak pertama kali berdiri, masjid telah menjadi pusat kegiatan keislaman, tempat menunaikan shalat, berdakwah, mendiskusikan politik, dan sekolah."

Sejarah peradaban Islam mencatat, aktivitas pendidikan berupa sekolah pertama kali hadir di masjid pada tahun 653 M di kota Madinah. Pada era kekuasaan Dinasti Umayyah, sekolah di Masjid pun mulai muncul di Damaskus pada tahun 744 M.

Di wilayah Spanyol Muslim, aktivitas pendidikan pada umumnya bertempat di masjid. Masjid menjadi pusat aktivitas belajar-mengajar di mulai di daerah kekuasaan Dinasti Umayyah itu sejak berdirnya Masjid Cordoba pada abad ke-8 M. Kegiatan belajar-mengajar di masjid memang terbilang unik dan sangat khas. Format dasar pendidikan di masjid adalah belajar dengan melingkar.

Masjid-masjid besar yang menyelenggarakan aktivitas pendidikan mampu menarik perhatian para ilmuwan dan pelajar dari berbagai belahan di dunia Islam. Pada abad ke-12 M, misalnya, aktivitas keilmuwan yang digelar di Masjid Sankore Timbuktu, Mali Afrika Barat mampu mendatangkan 25 ribu siswa dari berbagai negara. Pendidikan yang diselenggarakan di masjid pada masa kejayaan Islam mampu melahirkan sederet tokoh Muslim terkemuka.

Pendidikan yang digelar di masjid pada zaman kejayaan Islam ternyata mampu memberi pengaruh terhadap pendidikan di Eropa. Menurut George Makdisi, guru besar Studi Islam di Universitas Pennsylvania, pendidikan masjid yang diselenggarakan di era kekhalifahan telah memberi pengaruh kepada peradaban Eropa melalui sistem pendidikan, universalitas, metode pengajaran, dan gelar kesarjanaan yang diberikan.
Pentolan Siswa "Mosque Schooling"
Inilah beberapa manusia teragung keluaran "Mosque Schooling", meraka menghabiskan banyak waktunya di sana, diantaranya:
1. Generasi shahabat yang langsung dipimpin oleh empat khalifah Ar-Rasyidin: Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman, dan 'Ali.
2. Generasi tabiin dan diantara tokoh mereka adalah Sa'id bin Al-Musayyib (meninggal setelah tahun 90 H), 'Urwah bin Az-Zubair (meninggal tahun 93 H), 'Ali bin Husain Zainal Abidin (meninggal tahun 93 H), Muhammad bin Al-Hanafiyyah (meninggal tahun 80 H), 'Ubaidullah bin Abdullah bin 'Utbah bin Mas'ud (meninggal tahun 94 H atau setelahnya), Salim bin Abdullah bin 'Umar (meninggal tahun 106 H), Al-Hasan Al-Basri (meninggal tahun 110 H), Muhammad bin Sirin (meninggal tahun 110 H), 'Umar bin Abdul 'Aziz (meninggal tahun 101 H), dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (meninggal tahun 125 H).
3. Generasi atba' at-tabi'in dan diantara tokoh-tokohnya adalah Al-Imam Malik (179 H), Al-Auza'i (107 H), Sufyan bin Sa'id Ats-Tsauri (161 H), Sufyan bin 'Uyainah (198 H), Ismail bin 'Ulayyah (193 H), Al-Laits bin Sa'd (175 H), dan Abu Hanifah An-Nu'man (150 H).
4. Generasi setelah mereka, diantara tokohnya adalah Abdullah bin Al-Mubarak (181 H), Waki' bin Jarrah (197 H), Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i (203 H), Abdurrahman bin Mahdi (198 H), Yahya bin Sa'id Al-Qaththan (198 H), 'Affan bin Muslim (219 H).
5. Murid-murid mereka, diantara tokohnya adalah Al-Imam Ahmad bin Hanbal (241 H), Yahya bin Ma'in (233 H), 'Ali bin Al-Madini (234 H).
6. Murid-murid mereka seperti Al-Imam Bukhari (256 H), Al-Imam Muslim (261 H), Abu Hatim (277 H), Abu Zur'ah (264 H), Abu Dawud (275 H), At-Tirmidzi (279 H), dan An-Nasai (303 H).
7. Generasi setelah mereka, diantaranya Ibnu Jarir (310 H), Ibnu Khuzaimah (311 H), Ad- Daruquthni (385 H), Al-Khathib Al-Baghdadi (463 H), Ibnu Abdil Bar An-Numairi (463 H).
8. Generasi setelah mereka, diantaranya adalah Abdul Ghani Al-Maqdisi, Ibnu Qudamah (620 H), Ibnu Shalah (643 H), Ibnu Taimiyah (728 H), Al-Mizzi (743 H), Adz-Dzahabi (748 H), Ibnu Katsir (774 H) berikut para ulama yang semasa mereka atau murid-murid mereka yang mengikuti manhaj mereka dalam berpegang dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah sampai pada hari ini.
9. Contoh ulama di masa ini adalah Asy-Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin, Asy-Syaikh Muhammad Aman Al-Jami, Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i, dan selain mereka dari ulama yang telah meninggal di masa kita. Berikutnya Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Asy-Syaikh Zaid Al-Madkhali, Asy-Syaikh Abdul 'Aziz Alu Syaikh, Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-'Abbad, Asy-Syaikh Al-Ghudayyan, Asy-Syaikh Shalih Al- Luhaidan, Asy-Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, Asy-Syaikh 'Ubaid Al-Jabiri dan selain mereka yang mengikuti langkah-langkah mereka di atas manhaj Salaf. (Makanatu Ahli Hadits karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali dan Wujub Irtibath bi Ulama)

Gudang Ilmu itu Bernama Masjid
Oleh karena itu, mari menanam ilmu itu dengan kembali ke kiblat pendidikan: MASJID. Jangan terlalu terkecoh dengan pendidikan selain ini. Saya yakin, suatu saat pendidikan semua kembali ke rumah Alloh. Sudah saatnya, kita "menggeser" sekolah ke kiblat "Mosque Schooling".
Barokallohu fikum.

12 September 2011

بارك الله فيك

Aneka Modus Berpacaran

بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Fenomena menyedihkan, katakan saja ada seorang wanita yang dahulunya "lahan" dakwah seorang ikhwan. Semenjak tahun kemarin, mereka menjalin hubungan "romantis" versi 2 anak anak itu. Begitu gesit ikhwan ini berdakwah, mulai dari memberi dakwah melalui media buku, nasihat SMS, nasihat langsung. Kritik pun sangat tajam, bak pisau menikam seseorang, "jangan dengar musik, jangan membuka aurat". Akan tetapi, setelah mereka meredam hubungan, dalam arti "putus", 2 insan itu berpisah.
Setahun kemudian, tak disangka, ikhwan itu hanya bisa mengurut dada. Sebab semua dakwah yang pernah ia jalankan, harus di kali nol: Sia-sia! Kembali futur wanita itu.
Kini ikhwa itu sadar, tidak ada gunanya menjalin hubungan "harom" (baca: pacaran). Tidak ada manfaat dalam situasional seperti itu. Semua hanya berlimit sebentar. Setelah itu, sang wanita kembali ke arah salah. Pacaran itu hanya menutup hati, sebagaimana firman Alloh, artinya: "Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka". (QS. Al-Muthoffifin:14 ).
Sampai saat ini, ikwan itu begitu menyesal. Bukan karena tidak jadi menikah dengan wanita itu, akan tetapi menyesal karena menuai sejarah hitam yang sangat merugikan: Dakwah Kosong.
Bukankah dakwah itu memberi pengaruh? Mengapa justru hanya kamoflase di pihak sasaran? Itu semua berakar dari dosa. Sekali lagi dosa!
Ingatlah sabda Rosululloh, artinya: "Sesungguhnya orang yang beriman jika melakukan suatu dosa, maka dosa itu menjadi titik hitam di dalam hatinya. Jika dia bertaubat dan mencabut serta berpaling (dari perbuatannya) maka mengkilaplah hatinya. Jika dosa itu bertambah, maka titik hitam itupun bertambah hingga memenuhi hatinya." [HR. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya (3334), dan Ibnu Majah Sunan-nya (4244). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (1620)]
Ikwan itu berusaha merefleksi dirinya agar tidak lagi melakukan agenda seperti ini!
"Hati-hatilah bermain ombak, karena ia akan menenggelamkanmu."
Pacaran berarti menjerumuskan diri dalam fitnah yang menghancurkan dan menghinakan, padahal semestinya setiap orang memelihara dan menjauhkan diri darinya. Hal itu karena dalam  pacaran terdapat berbagai kemungkaran dan pelanggaran syariat sebagai berikut:1. Ikhtilath, yaitu bercampur baur antara lelaki dan wanita yang bukan mahram. Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjauhkan umatnya dari ikhtilath, sekalipun dalam pelaksanaan shalat. Kaum wanita yang hadir pada shalat berjamaah di Masjid Nabawi ditempatkan di bagian belakang masjid. Dan seusai shalat, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiam sejenak, tidak bergeser dari tempatnya agar kaum lelaki tetap di tempat dan tidak beranjak meninggalkan masjid, untuk memberi kesempatan jamaah wanita meninggalkan masjid terlebih dahulu sehingga tidak berpapasan dengan jamaah lelaki. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Ummu Salamah radhiyallahu 'anha dalam Shahih Al-Bukhari.
2. Khalwat, yaitu berduaannya lelaki dan wanita tanpa mahram. Padahal Rasululllah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Hati-hatilah kalian dari masuk menemui wanita." Seorang lelaki dari kalangan Anshar berkata: "Bagaimana pendapatmu dengan kerabat suami? " Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Mereka adalah kebinasaan." (Muttafaq 'alaih, dari 'Uqbah bin 'Amir radhiyallahu 'anhu) 
 3. Berbagai bentuk perzinaan anggota tubuh yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:"Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah(lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara kalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkan atau mendustakan."Hadits ini menunjukkan bahwa memandang wanita yang tidak halal untuk dipandang meskipun tanpa syahwat adalah zina mata . Mendengar ucapan wanita (selain istri) dalam bentuk menikmati adalah zina telinga. Berbicara dengan wanita (selain istrinya) dalam bentuk menikmati atau menggoda dan merayunya adalah zina lisan. Menyentuh wanita yang tidak dihalalkan untuk disentuh baik dengan memegang atau yang lainnya adalah zina tangan. Mengayunkan langkah menuju wanita yang menarik hatinya atau menuju tempat perzinaan adalah zina kaki. Sementara kalbu berkeinginan dan mengangan-angankan wanita yang memikatnya, maka itulah zina kalbu. Kemudian boleh jadi kemaluannya mengikuti dengan melakukan perzinaan yang berarti kemaluannya telah membenarkan; atau dia selamat dari zina kemaluan yang berarti kemaluannya telah mendustakan. (Lihat Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin, pada syarah hadits no. 16 22)
Ikhwan itu berusaha dengan maksimal agar menempuh kembali "jalan yang telah hilang".
28 Agustus 2011 بارك الله فيك

Kenali Cinta Versi "Anak Muda" yang Baru Menikah

بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Ada saatnya melihat usaha seseorang. Kinerja pribadi yang menjadikan diri ini "malu" melihat orang itu. Meskipun orang itu tidak cacat, namun kadang-kadang ada usaha mereka yang patut kita jadikan teladan.

Sedikit lagi toko akan ditutup. Ada pelanggan naik ke lantai 2, berbelajanja. Sementara tingkat 2 hanya peruntukan wanita. Meliputi kaos kaki, jilbab, mukena, dan sandal wanita. Maka dia menimpali,
"Saya mau carikan jilbab untuk istri," pinta remaja ini.

Untuk apa sih pemuda ini repot-repot? Bukankah istri punya kaki sendiri untuk berbelanja?
Bisa saja, pemuda ini sudah mendengar firman Alloh subhanahu wa ta'ala, yang artinya:

"Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanita kaum mukminin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita baik-baik) hingga mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Penyayang." (Al-Ahzab: 59)
Sehigga atas dasar itu timbul "kewajiban" bagi sang suami, menjadikan istri lebih istimewa.

Masih muda sudah memiliki semangat memberi "hadiah". Inilah yang harus dimiliki setiap insan. Bagaimana cara menyajikan cinta versi "hadiah". Apalagi reward berupa busana penutup aurat. Yang dalam konteks kekinian orang malah lari dari "kewajibannya" menutup aurat. Saya salut kepada orang ini.

Dalam dialog itu, ia meminta tawaran lebih murah lagi. Namun sayang, di toko kami adalah harga pas. Kecuali, niatnya ingin menjual kembali. Sebenarnya bisa menurunkan harga itu. Memberikan diskon. Tapi, ada "atasan" yang sudah memberi mandat. Peruntukan potongan harga, hanyalah bagi penjual juga.

Ah, saya tidak usah memperlebar kasus "diskon" ini. Saya hanyalah karyawan, berusaha memaksimalkan diri melaksanakan tipoksi (Tugas Pokok dan Fungsi).
Kembali ke awal, lelaki itu merupakan contoh bagi kita, teladan bagi kita. Bahwa ada pokok interaksi bersama istri yang kita lupakan. Sadarkah kita cinta itu mudah didapatkan? Dan cinta itu mudah pula menghilang? Lantas, usaha apa "mengawetkan" rasa cinta itu agar bertahan lama?
Inilah jawabannya: HADIAH. Saya tahu, masih jamak metode lain dalam rangka melanggengkan hubungan suami istri. Namun, kali ini fokus kita kepada hadiah. Berupa jilbab.
Jujur, mengangkat tema keluarga adalah berat bagi saya. Bukan berarti ada bebang saya pikul. Sebab saya dalam posisi santai sekarang. Saking santainya, penulis artikel ini masih "bujang", alias belum menikah.
Dan rasanya tidak ada salah "menyarankan" pola interaksi suami-istri itu. Kita hanyalah insan yang dhoif (lemah), karena itulah mari kita isi dengan ragam "inbox" nasihat. Alhamdulillah, sudah puluhan pula buku tematik kekeluargaan saya baca.
Hmm...
Keluarga adalah perihal urgen. Tidak ada karir tertinggi selain di tempat ini. Di sinilah Alloh akan memintai kita selaku "pemimpin" dalam keluarga. Selaku istri yang taat. Selaku anak yang berbakti.

Inilah jembatan hati kita. Bagaimana suami menjembatani istri dalam menghadapi badai kehidupan. Menggalang kekuatan bersama, meskipun dimulai dari hadiah kecil: jilbab. Berdaulat dalam dakwah.
 11 Februari 2012
بارك الله فيك

Buanglah Pacar Anda pada Tempatnya

بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Membuka Wall FB, tiba-tiba saja ada gambar menarik, "Buanglah Pacar Anda pada Tempatnya". Itu membuat saya tersenyum sedikit. Saya berpikir apakah pacar di sini berkonotasi "sampah" atau manusia. Sebab selogan "Buanglah..." setidaknya memberikan persepsi bahwa kata selanjutnya adalah "sampah". Hmm. Perlu tinjauan ulang.

Entah alasan apa si pembuat gambar di atas mendesain seperti itu. Seolah-olah manusia itu bahan rongsukan, busuk, etc. Apalagi di zaman ini, rasanya pemuda bahkan yang tua-tua malu jika tanpa pacar. Kata mereka, "Nikmati masa muda." Ah, ini akal-akalan mereka. Sengaja menabur asumsi demi tabiat "miring".

"Buanglah Pacarmu pada Tempatnya", apa sebenarnya defenisi pacar itu? Apakah sejenis daun yang dipakai menghiasi tangan? Atau pacar bersinonim dengan buah "acar"? Rasanya pelik menginterpretasikan makna pacar. Semua orang memiliki defenisi majemuk. Namun, kini coba kita lihat, kayaknya ada kesamaan jika ditinjau dari visi dan misi pacaran.

Satu kata saja : MEMILIKI.

Sehingga menimbulkan pertanyaan bagi aktor pacaran, "Apa yang mau DIMILIKI?" Fisik? Harta? Cantik? Bahkan 'Kegadisan'? Nauzdubillah.

Sudahlah. Sedikit malu menjawabnya. Toh, setiap hari tontonah di TV yang memberikan pemulus untuk berpacaran. Jamak hari ini, tontonan TV tidak lagi mendidik, kecuali mayoritas merusak dengan halus. Orang tuapun sudah lepas tangan. Dan sang anak gamang akan karakter dan nilai-nilai akhlak islam.

Pacaran, sudah menjadi topik persekolahan anak-anak. Saya mengajar di sekolah, rasanya semua sekelas 85% telah berpacaran. Dan konflik hati mereka sering diterpa oleh pacarnya. Kita hanya memberikan advice, "Buanglah Pacarmu pada Tempatnya, nak! Kamu lebih kuat tanpa pacar, lebih giat belajar tanpanya!" Tinggal pertanyaannya, "Dimana kita mau membuang pacar?"

Teringat saya dengan pengantar sebuah buku yang nyaris menyadarkan diri, kira-kira seperti ini, ". hidup bukan untuk main-main. Semua mengandung resiko. Maka, pilihlah jalan yang terbaik."
21 Januari 2012
بارك الله فيك