Monday, December 31, 2012

Derajat 'Perpustakaan' di Toilet Rumah Kita

"Seperti pernah dikutip Koran Tempo, survei Imperial Cancer Research Fund (ICRF) menunjukkan bahwa, 4 dari 10 orang memilih toilet sebagai tempat favorit untuk membaca. Pria menjadi pemilih terbanyak, 49 persen. Wanita hanya 26 persen."
(Harefa, Andrias, 2010: 166).

Suatu ketika pula, saya menulis di Wall FB. Kira-kira seperti ini:
Andaikan perpustakaan ada di WC.
#Pikiran Gila

Hebohnya rekan menimpali:
Benar-benar gila

Nah, kali ini saya coba mengangkat ucapan itu, apakah ada penjelasan lain terkait seseorang yang menggunakan waktunya untuk membaca di WC.

Dari dulu sebenarnya hal ini hendak saya bagi, bagaimana seseorang itu menggunakan waktu tidak sia-sia. Memanfaatkan menyelami ilmu meskipun situasi yang cukup 'genting'. Karena itulah, perkara bacaan ini selaku wahana mencari pengetahuan harusnya dialokasikan sebaik mungkin, dimanapun, kapanpun.

Penembatan lokasi bacaan memang memerlukan situasi yang nyaman, repfesentafi, enjoy, dan santai. Salah satunya di Water Closed (WC). Tempat inilah seseorang itu yang lumrah hanya diam, memikirkan masa lalu, hendaknya diralat mengarah kepada kebaikan. Jangan hanya menghabiskan waktu 30 menit, bahkan 1 jam berdiam di WC tanpa ada pengetahuan diperoleh. WC yang diklaim tempat kotor, tidak berarti 'melarang' kita mencari ilmu. Yang ada larangan adalah berbicara. Karena itulah, membaca disarankan dalam hati saja.

Saya menyarankan demikian, bukan karena sebatas 'hal aneh'. Namun, dalam aplikasinya saya lakoni juga. Bayangkan saja, di WC tempat kerja, sebelum membuang toksin, pra-kepergian, saya sudah menenteng buku. Dan membacanya saat duduk di toilet. Ini lebih aman persepsi saya, ketimbang tanpa buku dibaca, sehingga yang diperhatikan hanyalah warna cat tembok, ember, air kran yang mengalir, yang semua sudah jamak kita lihat setiap membuang toksin ini. Harus ada perombakan. Di sini pula (WC) adalah tempat paling tenang, sementara saya orangnya auditory, tidak bisa diganggu oleh keributan. Bacaan adalah kesempatan mengaktualisasikan rasa keingintahuan.

Karena sekali lagi, dengan adanya bacaan ini, akan meluaskan wahana literasi kita, berselancar bersama puluhan, ratusan, bahkan mungkin ribuan kata-kata.

Ada contoh yang bisa kita dengar dari Hasanuddin, ia mengatakan:
"Saya adalah seorang pembaca yang selalu memanfaatkan WC sebagai tempat berselancar bersama puluhan, ratusan, bahkan mungkin ribuan kata-kata. Sebenarnya, kalau mau jujur, perilaku saya ini sering mendapat ejekan dari teman-teman satu kos."Ih, ke WC kok bawa buku" Begitu kira-kira bentuk keirian mereka pada saya. Saya pun hanya tersenyum, dan tak menanggapinya dengan kata-kata."

Inilah satu ikon pecinta bacaan, hingga mendapat cemooh dari beragama kawan. Tapi, tak menyurutkan semangat menuntut ilmu dia. Jadi, tidak ada lagi alasan saat ditanya, "Mengapa tidak membaca?" Sementara banyak prasarana bisa difungsikan. Salah satunya: WC.

Ada pula Agus Hermawan (seorang Kompasianer) yang mengatakan,
"Saat itu pagi-pagi sekali, setelah solat subuh, sebelum melakukan aktivitas pelatihan di hotel ini juga, saya membaca sebuah buku yang sangat menarik. Saking menariknya ketika saya didesak oleh "sesuatu" yang memaksa harus berada di toilet, buku ini pun dibawa agar tuturan menarik dari si penulis tidak terputus sebelum akhir bab.

Maka, jadilah saya boyong buku ini ke toilet, alhamdulillah sekira sepuluh menit keberadaan di toilet paparan dalam bab dimaksud tuntas dibaca. Akhirnya, bab yang sangat menarik dan sulit untuk diambil jeda pun tuntas, rasa penasaran terhadap bab inipun sirna."

Itulah persepsi Agus, bahwa bacaan apabila terkandas. Maka bisa dijadikan toilet menjembatani penasaran itu. Sebab itu, menarik agar memanfaatkan toilet sebagai sarana 'pencangkokan' ilmu pengetahuan.

Ada beberapa etika yang harus dikenal saat membaca di toilet:
1. Jangan membawa buku yang mengandung ayat al-Qur'an, bahkan jangan membaca al-Qur'an.
2. Tidak boleh membaca sambil mengucapkan redaksi katanya.
3. Jangan membaca ditempat WC gelap. Tentu saja, karena tidak akan terlihat apa yang Anda baca.
4. Tidak membaca dengan menggerakkan kepala. Karena yang tepat, membaca menggerakkan bola mata.
5. Jangan membaca terlalu dekat. Bisa menimbulkan hipermetropi. Cukup jarak +/- 25 cm.
6. Jangan membaca terlau lama. Sebab membaca terlalu lama, identik duduk terlalu lama. Akibatnya menyebabkan meningkatnya bantal anal, yang akhirnya dapat menyebabkan wasir dikemudian hari.
7. Bersihkan dan flush toilet terlebih dahulu.
Ah, rasanya sudah waktunya mencari tempat strategis ini sebagai 'salah satu' lokasi tenang dan enjoy. Dan harapan terbesar saya, impian klimaks adalah semoga ada 'perpustakaan' di WC. Banyak tatanan buku mengisi ruang-ruang WC. Sehingga, tak ada kata 'malas' untuk menyelami ilmu lagi. Tetap inspiratif.

17 Februari 2012

0 comments:

Post a Comment

Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك