بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Fenomena menyedihkan, katakan saja ada
seorang wanita yang dahulunya "lahan" dakwah seorang ikhwan. Semenjak tahun
kemarin, mereka menjalin hubungan "romantis" versi 2 anak anak itu. Begitu gesit
ikhwan ini berdakwah, mulai dari memberi dakwah melalui media buku, nasihat SMS,
nasihat langsung. Kritik pun sangat tajam, bak pisau menikam seseorang, "jangan
dengar musik, jangan membuka aurat". Akan tetapi, setelah mereka meredam
hubungan, dalam arti "putus", 2 insan itu berpisah.
Setahun kemudian, tak disangka, ikhwan
itu hanya bisa mengurut dada. Sebab semua dakwah yang pernah ia jalankan, harus
di kali nol: Sia-sia! Kembali futur wanita itu.
Kini ikhwa itu sadar, tidak ada
gunanya menjalin hubungan "harom" (baca: pacaran). Tidak ada manfaat dalam
situasional seperti itu. Semua hanya berlimit sebentar. Setelah itu, sang wanita
kembali ke arah salah. Pacaran itu hanya menutup hati, sebagaimana firman
Alloh, artinya:
"Sekali-kali tidak
(demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati
mereka". (QS. Al-Muthoffifin:14
).
Sampai saat ini, ikwan itu begitu
menyesal. Bukan karena tidak jadi menikah dengan wanita itu, akan tetapi
menyesal karena menuai sejarah hitam yang sangat merugikan: Dakwah
Kosong.
Bukankah dakwah itu memberi pengaruh?
Mengapa justru hanya kamoflase di pihak sasaran? Itu semua berakar dari dosa.
Sekali lagi dosa!
Ingatlah sabda Rosululloh, artinya:
"Sesungguhnya orang yang
beriman jika melakukan suatu dosa, maka dosa itu menjadi titik hitam di dalam
hatinya. Jika dia bertaubat dan mencabut serta berpaling (dari perbuatannya)
maka mengkilaplah hatinya. Jika dosa itu bertambah, maka titik hitam itupun
bertambah hingga memenuhi hatinya." [HR. At-Tirmidzi dalam
Sunan-nya
(3334), dan Ibnu Majah
Sunan-nya (4244). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh
Al-Albaniy dalam Shohih
At-Targhib (1620)]
Ikwan itu berusaha merefleksi dirinya
agar tidak lagi melakukan agenda seperti ini!
"Hati-hatilah bermain ombak, karena ia
akan menenggelamkanmu."
Pacaran berarti menjerumuskan diri
dalam fitnah yang menghancurkan dan menghinakan, padahal semestinya setiap orang
memelihara dan menjauhkan diri darinya. Hal itu karena dalam pacaran terdapat
berbagai kemungkaran dan pelanggaran syariat sebagai berikut:1. Ikhtilath, yaitu
bercampur baur antara lelaki dan wanita yang bukan mahram. Padahal Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjauhkan umatnya dari ikhtilath, sekalipun dalam
pelaksanaan shalat. Kaum wanita yang hadir pada shalat berjamaah di Masjid
Nabawi ditempatkan di bagian belakang masjid. Dan seusai shalat, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiam sejenak, tidak bergeser dari tempatnya
agar kaum lelaki tetap di tempat dan tidak beranjak meninggalkan masjid, untuk
memberi kesempatan jamaah wanita meninggalkan masjid terlebih dahulu sehingga
tidak berpapasan dengan jamaah lelaki. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Ummu
Salamah radhiyallahu 'anha dalam Shahih Al-Bukhari.
2. Khalwat, yaitu berduaannya lelaki
dan wanita tanpa mahram. Padahal Rasululllah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
"Hati-hatilah kalian dari masuk
menemui wanita." Seorang lelaki dari kalangan Anshar berkata: "Bagaimana
pendapatmu dengan kerabat suami? " Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Mereka adalah kebinasaan." (Muttafaq 'alaih, dari 'Uqbah bin 'Amir
radhiyallahu 'anhu)
3. Berbagai bentuk perzinaan anggota
tubuh yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu:"Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya
dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang,
kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah(lisan) zinanya adalah berbicara,
tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara kalbu
berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkan atau
mendustakan."Hadits ini menunjukkan bahwa memandang wanita yang tidak halal
untuk dipandang meskipun tanpa syahwat adalah zina mata . Mendengar ucapan
wanita (selain istri) dalam bentuk menikmati adalah zina telinga. Berbicara
dengan wanita (selain istrinya) dalam bentuk menikmati atau menggoda dan
merayunya adalah zina lisan. Menyentuh wanita yang tidak dihalalkan untuk
disentuh baik dengan memegang atau yang lainnya adalah zina tangan. Mengayunkan
langkah menuju wanita yang menarik hatinya atau menuju tempat perzinaan adalah
zina kaki. Sementara kalbu berkeinginan dan mengangan-angankan wanita yang
memikatnya, maka itulah zina kalbu. Kemudian boleh jadi kemaluannya mengikuti
dengan melakukan perzinaan yang berarti kemaluannya telah membenarkan; atau dia
selamat dari zina kemaluan yang berarti kemaluannya telah mendustakan. (Lihat
Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin, pada syarah hadits no.
16 22)
Ikhwan itu berusaha dengan maksimal
agar menempuh kembali "jalan yang telah hilang".
28 Agustus 2011 بارك الله فيك
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك