بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Sebaik apapun suster zaman sekarang, masih perlu belajar!
Mengapa?
Mohon maaf terlebih dahulu, saudara-saudari saya yang menggeluti profesi keperawatan saat ini. Beberapa hari yang lalu, seorang suster menelpon dengan nada khawatir:
"Betul dengan Pak Nandar?" suaranya menegang.
"Iya, dengan siapa?" saya keheranan.
"Dari Puskesmas. Bisa ke puskesmas cepat. Teman bapak (menyebut nama) lagi mau di rujuk ke rumah sakit," fluktuasi suara kian membahana.
Lekas saya pergi meninggalkan medan kerja. Saat menerima telepon, saya masih terikat hubungan kerja. Namun, persahabatan lebih erat rasanya. Apalagi ditopang kesakitan teman saya yang selama ini menjadi akses permudah menuju ta'lim (pengajian). Saban hari selalu saja memanggil untuk bersama pergi ke masjid mendengar ceramah agama. Sugguh, orang-orang seperti ini langka didapat hari ini. Kalaupun ada, minoritas saja. Sehingga, saran saya, jangan lepaskan pribadi ini. Jaga dia!
Karena itulah, wujud -syukron- saya adalah melepas ikatan kerja dan menuju ke lokasi. Tiba di puskesmas malah mendapat teguran kurang baik. Padahal ini semua karena waktu tenggang kian menghimpit perasaan. Seolah-olah diri ini berkata, "Bagaimana keadaan teman saya sebenarnya?"
Masuk ke pintu, malahan diri ini ditegur,
"Pak, sandalnya dibukaaa!"
"Iya," patuh saya pada mandat itu.
Sungguh, pada saat bersamaan, saya pun tersinggung karena 3 hal, terkait perintah suster-suster itu untuk membuka sandal.
1. Mengapa kondisi gawat darurat harus ditegur demikian? Bukankah saya ini tidak membaca aturan. Lagi pula, namanya gawat, mohon dimaklumi. Inikan soal sandal saja. Sandal saya pun tidak menginjak kotoran hewan. Apalagi kotoran manusia. Dengarkan lagi, ini gawat. Saya harus mengecek keadaan rekan saya.
2. Ini paling memilukan. Mengapa Anda -wahai suster- menyuruh saya melepas sandal, sementara engkau dan cs-mu dalam ruangan malah dengan ceria memakai sandal? Apakah ada jaminan sandalmu bersih? Sementara di lantai terlihat debu menempel?
3. Saya sudah menurunkan tulisan mengenai bahaya tanpa sandal. Mengenai bahaya berjalan tanpa alas kaki. Karena di sana makhluk "Hookworm" menunggu kita. Bayangkan saja, jika penyakit ini menimpa kita, bisa memakan uang puluhan juta karena merusak sistem olah tubuh. Loh, mengapa hal ini para suster tidak paham? Bukankah mereka menyandang status ahli kesehatan. Fakta menyatakan terbalik, mengantarkan para pengunjung ke gerbang penyakit di masa depan. Silahkan lihat pembahasannya di sini (http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/01/21/saat-hookworm-menyerang-kaki-persiapkan-rp-12-juta/).
Sebelumnya, saya minta maaf soal narasi saya di atas, namun ini kenyataan. Mengapa harus menyuruh, tetapi tidak memberi contoh? Sebaiknya sistem membuka sandal masih perlu ditinjau ulang. Wallohu a'lam.
25 Februari 2012
بارك الله فيك
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك