Tuesday, April 2, 2013

Aku Bangga 'Belum' Sarjana

بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Pasca mendapat SMS rekan kuliah yang sebentar lagi sarjana, saat itulah ada rasa iri hati. Bukan 'sarjananya' menjadi sebab. Hanyalah percepatan teman-teman yang hanya tuntas kurun waktu 4 tahun. Saya saat ini sangat trauma kecil-kecilan.

Sebenarnya ada beberapa penyebab hingga teman sekelas lebih dulu sarjana ketimbang saya nantinya.

1. Saya mengajar di sebuah SMA di Makassar dari Hari Senin-Rabu.
2. Kerja di toko buku hari Kamis-Hingga Ahad
Oleh karena itu, ada semacam tindakan prioritas. Yang manakah mesti diprioritaskan. Soal-soal penyelesaian skripsi atau 2 tugas di atas?

Kalau meninjau dari segi bianggnya, betul bahwa diri sendiri menjadi sumber. Mengapa tidak mau mempercepat kuliah? Akselerasi tugas skripsi?

Alasan saya paling sering: MALAS. Atau banyak kegiatan.
Kalau meninjau dari perbandingan, manakah di dahulukan antara kuliah dan mengajar (sebagaimana point 1), tentu saya dahulukan mengajar. Sebab mengajar itu 'memberikan pelayanan' kepada manusia. Khawatir saya, jika tidak maksimal dalam aplikasi pengajaran, tidak mempersiapkan bekal pengajaran, maka murid menjadi imbasnya. Saya tidak menampilkan yang 'super' kepada mereka, akibat terlalu mementingkan urusan pribadi.

Untuk menjadi guru yang baik, kita harus menyerahkan diri kita, membagi pengalaman hidup, membuat setiap murid merasa istimewa, tertawa, menghubungkan pelajaran dengan kehidupan nyata secara kreatif, membuktikan bahwa ada alasan untuk belajar, membuat murid tersenyum, berkolaborasi dengan rekan kerja, memberikan waktu ekstra untuk murid yang kesulitan, bersenang-senang di kelas, dan melakukan lebih banyak lagi.
Hal inilah, menginspirasi saya untuk memending sementara tugas skripsi. Bukan artinya saya tidak bisa memadukan 2 hal tadi. Bagi saya, mudah untuk 'menyelaraskan' tugas di sekolah dan di kampus. Mudah! Namun, keraguan saya cuma di kata 'maksimal'. Jangan sampai gara-gara tugas kuliah, di sekolah tak ada 'bekas' ilmu pada murid. Karena kalau mengajar, ada baiknya memberikan energi kuat bagi anak. Dan hal ini harus difokuskan.

Karena bagi diri ini, berbeda antara berbuat untuk diri sendiri dan orang lain. Berbuat untuk diri sendiri, artinya saya memilih menuntaskan skripsi. Dan mengajar bagi saya adalah berbuat untuk orang lain. Alasan inilah paling mendasar hingga tidak segera menyelesaikan tugas akhir.

Untuk alasan point ke-2 (Kerja), bekerja adalah proses mahasiswa dalam mencapai kedewasaan. Saya tidak membayangkan, kalau mengutamakan kuliah dan tidak bekerja, mencari pengalaman. Meskipun tidak berkolerasi antara bidang Fisika dan kerja di toko buku, namun di situ ada pelajaran dan etos kerja yang bisa kita petik. Bagaimana melayani pelanggan, itu sama dengan melayani siswa nantinya. Membaca buku di toko buku, artinya aktivitas membaca adalah habit seorang pembelajar pula. Sebab itu, memantapkan diri di lingkungan kerja adalah sebuah pilihan. Because life is choise.
Dua asalan ini masih menyelimuti pikiran saya, dan insya Alloh, bukan interpretasinya malas kuliah. Sekali lagi, hanya permasalahan 'kebutuhan orang lain dan kedewasaan' saja.

Lagi pula, rekan lain sempat bertanya,
"Manakah lebih baik outputnya, kuliah cepat atau telat?"
Maksud rekan ini, ingin memprovokasi bahwa sesungguhnya kuliah dengan tempo cepat, 'rata-rata' tidak begitu maksimal, masih banyak pengalaman kampus ia dapatkan. Seperti buah mangga yang dikarbit, hingga terpaska masak dini. Sementara hasilanya kurang baik. Karena betul sekali, sangat berbeda antara percepatan dan pengalaman. Pengalaman merupakan hal fundamen mengisi ruang-ruang kehidupan. Inilah saya butuhkan saat ini. Dan 'Aku Bangga 'Belum' Sarjana'.

Bismillah.. Mari kita memilih jalan terbaik..
15 Februari 2012
بارك الله فيك

0 comments:

Post a Comment

Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك