بِسْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
Pasca mendapat SMS rekan kuliah yang sebentar
lagi sarjana, saat itulah ada rasa iri hati. Bukan 'sarjananya' menjadi sebab.
Hanyalah percepatan teman-teman yang hanya tuntas kurun waktu 4 tahun. Saya saat
ini sangat trauma kecil-kecilan.
Sebenarnya ada beberapa penyebab hingga teman
sekelas lebih dulu sarjana ketimbang saya nantinya.
1. Saya mengajar di sebuah SMA di
Makassar dari Hari Senin-Rabu.
2. Kerja di toko buku hari Kamis-Hingga
Ahad
Oleh karena itu, ada semacam tindakan prioritas.
Yang manakah mesti diprioritaskan. Soal-soal penyelesaian skripsi atau 2 tugas
di atas?
Kalau meninjau dari segi bianggnya, betul bahwa
diri sendiri menjadi sumber. Mengapa tidak mau mempercepat kuliah? Akselerasi
tugas skripsi?
Alasan saya paling sering:
MALAS. Atau banyak kegiatan.
Kalau meninjau dari perbandingan, manakah di
dahulukan antara kuliah dan mengajar (sebagaimana point 1), tentu saya dahulukan
mengajar. Sebab mengajar itu 'memberikan pelayanan' kepada manusia. Khawatir
saya, jika tidak maksimal dalam aplikasi pengajaran, tidak mempersiapkan bekal
pengajaran, maka murid menjadi imbasnya. Saya tidak menampilkan yang 'super'
kepada mereka, akibat terlalu mementingkan urusan pribadi.
Untuk menjadi guru yang baik, kita harus
menyerahkan diri kita, membagi pengalaman hidup, membuat setiap murid merasa
istimewa, tertawa, menghubungkan pelajaran dengan kehidupan nyata secara
kreatif, membuktikan bahwa ada alasan untuk belajar, membuat murid tersenyum,
berkolaborasi dengan rekan kerja, memberikan waktu ekstra untuk murid yang
kesulitan, bersenang-senang di kelas, dan melakukan lebih banyak
lagi.
Hal inilah, menginspirasi saya untuk memending
sementara tugas skripsi. Bukan artinya saya tidak bisa memadukan 2 hal tadi.
Bagi saya, mudah untuk 'menyelaraskan' tugas di sekolah dan di kampus. Mudah!
Namun, keraguan saya cuma di kata 'maksimal'. Jangan sampai gara-gara tugas
kuliah, di sekolah tak ada 'bekas' ilmu pada murid. Karena kalau mengajar, ada
baiknya memberikan energi kuat bagi anak. Dan hal ini harus difokuskan.
Karena bagi diri ini, berbeda antara berbuat
untuk diri sendiri dan orang lain. Berbuat untuk diri sendiri, artinya saya
memilih menuntaskan skripsi. Dan mengajar bagi saya adalah berbuat untuk orang
lain. Alasan inilah paling mendasar hingga tidak segera menyelesaikan tugas
akhir.
Untuk alasan point ke-2 (Kerja), bekerja adalah
proses mahasiswa dalam mencapai kedewasaan. Saya tidak membayangkan, kalau
mengutamakan kuliah dan tidak bekerja, mencari pengalaman. Meskipun tidak
berkolerasi antara bidang Fisika dan kerja di toko buku, namun di situ ada
pelajaran dan etos kerja yang bisa kita petik. Bagaimana melayani pelanggan, itu
sama dengan melayani siswa nantinya. Membaca buku di toko buku, artinya
aktivitas membaca adalah habit seorang pembelajar pula. Sebab itu, memantapkan
diri di lingkungan kerja adalah sebuah pilihan. Because life is
choise.
Dua asalan ini masih menyelimuti pikiran saya,
dan insya Alloh, bukan interpretasinya malas kuliah. Sekali lagi, hanya
permasalahan 'kebutuhan orang lain dan kedewasaan' saja.
Lagi pula, rekan lain sempat bertanya,
"Manakah lebih baik outputnya, kuliah
cepat atau telat?"
Maksud rekan ini, ingin memprovokasi bahwa
sesungguhnya kuliah dengan tempo cepat, 'rata-rata' tidak begitu maksimal, masih
banyak pengalaman kampus ia dapatkan. Seperti buah mangga yang dikarbit, hingga
terpaska masak dini. Sementara hasilanya kurang baik. Karena betul sekali,
sangat berbeda antara percepatan dan pengalaman. Pengalaman merupakan hal
fundamen mengisi ruang-ruang kehidupan. Inilah saya butuhkan saat ini. Dan 'Aku
Bangga 'Belum' Sarjana'.
Bismillah.. Mari kita memilih jalan terbaik..
15 Februari 2012
بارك الله فيك
0 comments:
Post a Comment
Silahkan diisi, komentar Anda sangat membangun: بارك الله فيك